JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, kasus yang dituduhkan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengenai pemalsuan identitas tidak lah merugikan masyarakat banyak sehingga kasus tersebut harus dihentikan.
"Dalam hukum ada yang disebut mala inse dan mala prohibita. Dimana mala inse adalah pelanggaran aturan dan merugikan masyarakat. Namun, mala prohibita itu melanggar aturan tapi tidak merugikan masyarakat. Nah, mala prohibita banyak terjadi seperti menerobos lampu merah saat tengah malam yang secara aturan tidak boleh tapi tidak merugikan masyarakat lain. Itu seperti juga kasus yang disangkakan kepada Pak Samad," ujarnya usai menemui pimpinan lembaga antirasuah, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/2/2015).
Mahfud lebih melihat bahwa kasus pemalsuan identitas yang diduga melibatkan Abraham Samad tersebut hanyalah kriminalisasi belaka. "Maka kasus bersifat mala prohibita Pak Samad ini banyak juga dilakukan para menteri disela diberikan rumah dinas baru berserta KTP dan surat domisili. Maka hal ini atau mala prohibita ini tidak usah dianggap serius ke ranah hukum selama tidak bersifat mala inse. Jika tetap diseriuskan maka hal yang sering dilakukan masyarakat umum terkait mala prohibita terkesan kriminalisasi," jelasnya.
Sebelumnya, Abraham dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan dugaan memalsukan dokumen oleh Feriyani Lim, seorang perempuan yang mengklaim terkait langsung dengan dugaan pemalsuan dokumen tersebut. Melalui kuasa hukumnya, Feriyani merasa dirugikan atas apa yang dilakukan oleh Abraham dan temannya, Uki. Saat ini, Feriani telah berstatus sebagai tersangka.
Perkara tersebut berawal dari keperluan Feriyani untuk membuat paspor pada 2007. Saat itu, domisili Feriyani masih di Pontianak, Kalimantan Barat. Karena mengalami kesulitan administrasi, teman Feriyani menyarankannya untuk pindah ke Makassar.
Feriyani ditawari bantuan untuk mengurus pembuatan paspor. Saat di Makassar, Feriyani kemudian ditawari bantuan oleh Uki dan Abraham. Menurut Haris, bantuan itu dilakukan dengan memasukkan identitas Feriyani ke dalam kartu keluarga Abraham.
Namun, menurut Haris, diduga telah terjadi pemalsuan identitas dalam dokumen paspor yang dimiliki Feriyani. Dalam kasus ini, pelapor menuduh Abraham melakukan pemalsuan surat dokumen kepada instansi pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 Undang-Undang No 23 Tahun 2006 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dan atau Pasal 263 ayat 2 KUHP dan atau Pasal 264 KUHP.(yn)