Berita
Oleh Mandra Pradipta pada hari Jumat, 21 Apr 2017 - 11:01:40 WIB
Bagikan Berita ini :

Ali Taher: Dakwah Jangan Dianggap Makar

4ali-taher.jpg
Ali Taher (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Diperpanjangnya masa penahanan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath membuat sejumlah pihak mempertanyakan kinerja Polda Metro Jaya soal adanya dugaan makar.

Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher menilai, dugaan makar kepada Al Khaththath sangat janggal. Sebab, hingga sekarang Polda Metro Jaya tidak pernah menunjukan alat bukti adanya dugaan makar tersebut.

Jangan sampai, lanjut Ali, setiap orang yang ingin melakukan dakwah dianggap melakukan dugaan makar.

Berikut selengkapnya petikan wawancara TeropongSenayan dengan Ali Taher di Jakarta, Jumat (21/4/2017).

Apakah langkah Polda Metro sudah tepat, perpanjang masa penahanan Sekjen FUI?

Negara kita ini negara hukum, segala sesuatu baik itu tindakan pemerintah dan DPR, maupun lembaga kuasa kehakiman itu selalu bertumpu pada supermasi hukum. Oleh karena itu jika terbukti hukum bersalah harus dibuktikan dengan alat bukti. Jika ada makar karena asumsi, saya kira itu tidak bagus.

Kenapa tidak bagus?

Tidak mendidik dalam konteks proses demokratisisasi yang sedang berjalan selama ini, dimana ada dinamika masyarakat yang menempatkan poros dinamika itu sebagai poros pembelajaran.

Pembelajaran, maksudnya seperti apa?

Itu kan budaya politik yang harus diajarkan dan dikembangkan. Oleh karena itu jangan terlalu sering pemerintah menempatkan kata makar itu dalam proses dinamika sosial.

Kenapa jangan terlalu sering, apa alasannya?

Karena makar itu selalu identik dengan kejahatan bersenjata, selalu identik dengan kejahatan kenegaraan. Sementara umat Islam itu kan muncul dari ide dasar untuk dakwah mengajak orang dalam kebaikan.

Jadi harus proporsional melihat dinamika yang ada?

Mesti jernih berpikir mesti harus jelas berpikir, bahwa rakyat kita tidak sekejam yang kita duga. Rakyat kita tidak sejahat yang kita duga.

Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah?

Maka pemerintah harus melakukan advokasi, melakukan pembinaan, mengajak para tokoh ulama dan tokoh masyarakat untuk bicara, diajak dialog, apa sesungguhnya yang menjadi masalah di dalam hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Antara umat Islam dan juga umat Islam lainnya, dan umat Islam dengan umat agama lainnya. Itu kan sudah diatur dalam aturan umat beragama.

Jadi pemerintah harus kembangkan cara-cara persuasif?

Saya kira harus dikembangkan lagi jangan sampai ada klaim mengklaim mana yang makar mana yang tidak. Ketika ada orang makar dibiarkan, ketika ada orang yang menyampaikan dakwah kok dianggap makar. Ini kan sebuah sisi yang berbeda.

Berarti harus ada sebuah edukasi menyeluruh?

Menurut saya pemerintah dalam posisi ini harus pada posisi edukasi mengayomi, melindungi, melakukan pembinaan dan pendidikan politik. Supaya orang tidak merasa di intimidasi.

Memang selama ini sikap pemerintah seperti apa, dalam menggunakan kata makar?

Sekarang ini kecenderungan kata makar itu kan ditunjukan kepada ustad dan para kiyai, dan kepada ulama. Lama-lama politisi dianggap juga makar bila menyampaikan suatu pandangan politik. Kan ga benar juga.

Intinya jangan kaitkan dakwah dengan makar?

Menurut saya pemerintah harus merekonstruksi pikiran-pikiran makar itu, bahwa makar itu tidak pernah ada dalam konteks dakwah. Kita merdeka ini karena dakwah juga, berjuang juga.(yn)

tag: #isu-makar  #komisi-viii  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement