JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim senilai Rp4,8 triliun. Tindak pidana korupsi pada kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ini merugikan negara Rp3,7 triliun.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian surat pemenuhan kewajiban pemegang saham. Surat tersebut diberikan kepada kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.
Hal itu, lanjut dia, sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BPPN. KPK lantas meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) sebagai tersangka.
Penyelidikan kasus tersebut, kata Basaria, sudah dilakukan sejak 2014 dengan meminta keterangan sejumlah pihak. Dari penyelidikan ini, KPK yakin bahwa perkara itu merugikan keuangan negara.
Setelah melakukan pengumpulan informasi dan data serta penyelidikan, kemudian meminta keterangan dari beberapa pihak, menurut dia, terpenuhi dua alat bukti yang cukup.
"KPK sudah melakukan gelar perkara (ekspose) dan penyidik sudah menyepakati meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan," ujar Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Syafruddin selaku ketua BPPN diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Selain itu juga menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan perekonomian negara dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada tahun 2004.
Atas penerbitan SKL itu diduga kerugian negara sekurang-kurangnya Rp3,7 triliun. Terhadap SAT disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998. Skema untuk mengatasi masalah krisis ini atas dasar perjanjian Indonesia dengan IMF.
Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5 triliun untuk 48 bank yang bermasalah agar dapat mengatasi krisis tersebut. Namun, penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sehingga negara dinyatakan merugi hingga sebesar Rp138,4 triliun karena dana yang dipinjamkan tidak dikembalikan. (plt/ant)