JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait proses sidang praperadilan yang diajukan mantan anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani.
"Tadi kami koordinasikan lebih lanjut bahwa sampai dengan kemarin informasi dari Biro Hukum kami belum mendapatkan panggilannya dan penting untuk kemudian kami koordinasikan dengan pihak pengadilan negeri, terutama juga untuk kebutuhan persidangan pada minggu depan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (8/5/2017).
Febri menyatakan KPK juga sudah membaca permohonan praperadilan Miryam itu. Menurutnya, KPK sudah menegaskan berulang kali bahwa alasan KPK menggunakan Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terhadap Miryam juga sudah pernah dipakai untuk sejumlah kasus lainnya.
"Secara lengkap tentu argumentasi itu akan kami sampaikan dalam rangkaian proses persidangan praperadilan," kata Febri.
Pada prinsipnya, kata Febri, KPK menghormati proses pemanggilan dari pengadilan tersebut. KPK akan menghadapi praperadilan itu dengan bukti-bukti yang relevan dalam perkara ini.
Sementara itu, ia juga menyatakan proses penyidikan untuk tersangka Miryam S Haryani tetap dilakukan dengan diagendakan pemeriksaan terhadap satu orang saksi, yaitu pengacara Anton Taufik pada Senin.
"Kami masih mendalami terkait dengan pertemuan dan kedatangan saksi atau pihak lain di kantor pengacara Elza Syarief pada saat itu karena penting bagi kami untuk melihat lebih jauh apa saja yang menjadi faktor penyebab Miryam saat menjadi saksi kemudian mencabut BAP dan diduga memberikan keterangan tidak benar di pengadilan," tuturnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan sidang perdana permohonan praperadilan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani ditunda pekan depan disebabkan pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir.
"Data pemohon sudah lengkap, namun KPK tidak hadir. Panggilan akan kami laksanakan kembali selama tujuh hari jadi paling cepat hari Senin, saya juga tidak mau menghambat. Jadi sudah ditentukan yang paling baik sidangnya pada Senin tanggal 15. Supaya pemohon hadir tanpa dipanggil dan diperintahkan agar termohon dipanggil sekali lagi secara patut," kata Hakim Tunggal Asiadi Sembiring di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Sebelumnya, Mita Mulya anggota tim kuasa hukum Miryam menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya itu tidak sesuai prosedur.
"Menurut pendapat kami yang sudah kami tuangkan dalam gugatan penetapan tersangka Miryam itu tidak sesuai dengan KUHAP karena pasal yang dikenakan adalah Pasal 22 Undang-Undang Tipikor itu memang pasal substanstif," kata Mita di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
KPK menetapkan Miryam S Haryani, tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (KTP-e) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.
Dalam persidangan pada Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus KTP Elektronik (KTP-E).
"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," jawab Miryam sambil menangis.
Terkait hal itu, Miryam dalam persidangan juga menyatakan akan mencabut BAP atas pemeriksaan dirinya.
Dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek sebesar Rp 5,95 triliun tersebut. (Ant/icl)