JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pengamat politik Timur Tengah FISIP UIN Jakarta Ali Munhanif mengatakan, ada beberapa faktor yang mendorong sejumlah negara Arab memutuskan hubungan diplomatik terhadap Qatar.
Salah satunya, meskipun negara kecil Qatar menunjukkan kemajuan ekonomi yang begitu dahsyat dibandingkan dengan negara Arab lainnya.
Ali Munhanif memprediksi dalam jangka panjang, Qatar adalah satu contoh paling tepat untuk menggambarkan bagaimana sebuah negara kecil dengan kemampuan ekonomi luar biasa bisa mereformasi diri.
"Merdeka tahun 1971, tapi terjadi kudeta tahun 1995 dan mengalami lompatan ekonomi luar biasa. Kalau kita melihat perkembangan belakangan ini merupakan ledakan dari proses jangka panjang krisis di negara-negara teluk pada dasarnya," ujar Ali dalam diskusi "Kok, Qatar Dikeroyok?" di Menteng, Jakarta, Sabtu (10/6/2017).
Faktor berikutnya, ada ketakutan Amerika Serikat terhadap kemajuan Qatar. Saat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, ke Arab Saudi beberapa minggu lalu terjadi perubahan sikap. Negara-negara teluk berhitung bahwa ada ancaman yang muncul dari Qatar.
"Bahkan dianggap negara kecil yang susah diatur, kira-kira begitu. Misalnya saja sejak rencana inovasi Amerika ke Irak tahun 2003, hampir semua negara teluk dan negara-negara Arab setuju. Hanya Qatar yang tidak setuju. Sejak awal dia sudah mulai menunjukan sikap-sikap yang tidak bersahabat. Katakanlah, sikap yang tidak satu dalam agenda mengatasi krisis Timur Tengah," jelasnya.
"Di lain pihak ada negara yang mempunyai hubungan diplomatik tapi tidak mempunyai hubungan dagang yang sangat menguntungkan," tambahnya.
Selain itu, ada kekhawatiran munculnya Arab Spring II, yakni, protes dan demonstrasi pro demokrasi di hampir seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara.
Diketahui, Qatar merupakan pemilik stasiun televisi berpengaruh di dunia Al Jazeera sehingga menjadi ancaman bagi sistem politik konservatif yang masih dianut oleh Arab Saudi.
"Ada kekhawatiran di negara-negara konservatif yang dipimpin Arab Saudi, jangan-jangan Qatar dengan Al Jazeeranya dan kekuatan ekonomi dan lain-lain, bisa menimbulkan Arab Spring II," kata Ali.(plt)