JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Kasus beras oplosan di Bekasi diduga melibatkan Menteri Pertanian era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Anton Apriyantono. Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron pun mendesak agar polisi mengusut tuntas perkara itu.
Menurut Herman, ada dua kemungkinan bahwa beras tersebut alokasi jatah beras sejahtera atau rastra yang setiap tahun di alokasikan untuk keluarga miskin.
Dimana, lanjut dia, beras subsidi yang dimaksud adalah bantuan terhadap petani dalam bentuk subsidi pupuk, benih, dan bantuan produksi lainnya.
"Kalau Raskin (beras untuk orang miskin) atau rastra (beras keluarga sejahtera) sudah ada peraturannya, sehingga kalau disalahgunakan tentu melanggar hukum," kata Herman kepada TeropongSenayan di Jakarta, Minggu (23/7/2017).
Tetapi, lanjut Herman, bila yang dimaksud adalah petani yang mendapat subsidi produksi, maka belum ada aturan atas hasil produksinya, termasuk harus dijual kepada siapa dengan ketetapan harga tertentu.
"Karena belum ada aturannya, kecuali ada Inpres 5 tahun 2015 yang mengatur HPP (Harga Pembelian Pemerintah) yang saat ini menjadi harga patokan pembelian pemerintah kepada petani/pelaku usaha melalu pengadaan Bulog, dan antura HET (Harga Eceran Tertinggi) yang baru saja diberlakukan oleh pemerintah," jelasnya.
Politisi Demokrat ini pun meminta pihak Kepolisian membeberkan pelanggaran yang dilakukan PT IBU, yang merupakan anak perusahaan dari PT Tiga Pilar Sejahtera.
"Jadi jika yang dimaksud adalah beras hasil petani yang disubsidi atau yang mendapat bantuan saprotan (sarana produksi pertanian) dan saprodi (saprodi), belum ada peraturan yang mengikat terhadap hilirnya," terangnya.
"Subsidi dan berbagai bantuan saprotan dan saprodi dimaksudkan agar usaha petani lebih kompetitip, produktif dan petani mendapatkan benefit. Dengan penguasaan lahan pangan yang sempit dipastikan usaha petani kurang ekonomis, sehingga harus dibantu dan diringankan biaya peroduksinya. Itulah pentingnya subsidi dan bantuan tersebut bagi petani," tambahnya.
Selain itu, Herman mempertanyakan dihapusnya Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di Kementrian Pertanian, yang justru membuat carut marut bagi hilirnya petani.
"Saya juga berharap petani jangan dijadikan mesin produksi, tapi harus menjadi subyek penyedia pangan dan terlibat sampai kepada procesing hasil produksinya, bahkan sampai ke pasar, sehingga benefitnya dapat dirasakan petani," tuturnya.
"Adapun jika PT IBU dan PT TPS ada pelanggaran terkait dengan pasal-pasal pelanggaran hukum dalam Undang Undang 18/2012 tentang Pangan ataupun UU lainnya, silahkan diusut tuntas dan tegakan hukum seadil-adilnya," pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menggerebek sebuah gudang beras milik PT Indo Beras Unggul di Jalan Rengas, Karangsambung, Kedungwaringin, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/7/2017).
Penggerebekan dilakukan terkait dugaan manipulasi harga beras.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan, PT Indo Beras Unggul diduga telah mengubah gabah yang dibeli seharga Rp4.900 dari petani dan menjadi beras bermerek.
Menurutnya, gabah itu diproduksi menjadi dua merek beras dengan harga jual berbeda, yakni 'Maknyuss' seharga Rp13.700 per kilogram dan 'Cap Ayam Jago' seharga Rp20.400 per kilogram. Kedua harga itu jauh dari yang ditetapkan pemerintah yakni Rp9.000 per kilogram dan berpotensi mematikan pelaku usaha lain.
Dalam kasus itu, mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono yang juga kader PKS disebut-sebut terlibat. Ia pun membantah telah memalsukan atau mengoplos beras subsidi menjadi beras premium.
Menteri di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mempertanyakan tudingan pengoplosan terhadap PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) yang merupakan induk perusahaan PT Indo Beras Unggul (IBU).
"Jelas tidak benar. Kami menjual merek kualitas tertentu, bukan varietas tertentu. Kalau dibilang negara dirugikan, dirugikan di mananya? Apalagi sampai bilang ratusan triliun, lha wong omzet beras TPS saja hanya Rp 4 triliun per tahun," papar Anton.
PT Indo Beras Unggul (IBU) memasang sejumlah nama beken di jajaran komisarisnya. Dua di antaranya adalah ahli kuliner Bondan Winarno hingga mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono.(yn)