Opini
Oleh Muslim Arbi pada hari Senin, 07 Agu 2017 - 10:27:41 WIB
Bagikan Berita ini :

Jika Presiden Hanya Sebagai Boneka Kapitalis

45IMG-20160824-WA0016_1472028604316.jpg
Muslim Arbi (Sumber foto : Istimewa )

Jika Presiden hanya sebatas boneka kapitalis, maka bangsa, negara dan pemerintahan nya, hanya sebagai ajang pengabdian pada kepentingan kapitalis dan kaum pemilik modal semata. Parta politik, dan koalisi partai politik, adalah instrumen belaka sebagai syarat negara yang menganut paham drmokrasi sebagai prosedur.

Pers dan media mainstrem hanya menjadi alat sebagai pembenaran dan puja puji atas semua kebijakan rezim. Hukum dan Keadilan bisa saja menjadi jargon belaka, tapi pada fakta nya kering bahkan nihil bagi pencari keadilan. Dan suara2 kritis sebagai simbol demokratis pasti di bungkang dengan berbagai istrumen termasuk lahir nya perppu 2/17 dan Presiden Threshold (PT), 20 %?

Lalu, apa artinya sebagai seorang presiden yang di pilih dan di amanahi undang2 dan seperangkat kekuasaan yang di miliki?, jika hanya sebagai boneka sebuah rezim kapital yang mensponrori nya sebagai penguasa dan akan tetap memeliharanya dan mempertahan kan dengan model2 pencitraan palsu dan murahana? Bukan kan ini sebagai pertaruhan nasib bagi bangsa, negara, jika pemerintahatan, di kelola sebagai layak nya se orang boneka yang diremote, dari jarak dekat maupun jauh?

Pertanyaan2 di atas, sangat patut dan pantas di ajukan, jika sejumlah hal menganga dan membelalak mata, dalam tata kelola kekuasaan, terlihat abai terhadap sejumlah suara2 dan protes2 Rakyat. Bagaiaman mungkin seorang terpenjara dalam kasus Penghinaan Agama, setelah di vonis 2 tahun, lalu di tahan di Mako Brimob, dan tidak di tahan di LP sebagaimana lazim sdbuah pengadilan putuskan?

Apakah karena si Terpidana adalah teman presiden, di dukung oleh partai2 penguasa dan koalisi nya, juga sejumlah taipan pemilik modal dan konon sebagai funder saat pilpres 2014 berada di belakang nya? Lalu aturan dan hukum menjadi tumpul dan tidak berlaku?

Konon, dugaan korupsi yang di lakukan si Terpidana, mantan Bupati Belitung itu, tidak bisa di bongkar dan di usut tuntas, karena semua insitusi Hukum adalah all Presiden Man, dan pengabdi Istana, sehingga aparat hukum bekerja maksimal dan profesional akan menyentuh sang Presiden?, Maka Pedang Hukum dan Keadilan Tumpul berhadapan dengan kasus2 yang sudah sangat populer di mata publik itu? Seperti Sumber Waras dan sebagai nya.

Ada lagi, Proyek Raksasa Meikarta yang tak ber izin, pun tetap jalan, karena pemilik nya adalah James Riyadi, adalah salah donatur Pilpres, sehingga membuat kelu lidah sang Presiden? Untung ada Wagub Jabar, Deddy Mizwar, yang berteriak, sehingg aktivitas Proyek Raksasa Meikarta di Wilayah nya itu di hentikan?

Demikian juga Reklamasi Teluk Jakarta, sangat di dukung Sang Presiden, meski Rakyat keras berteriak di hentikan? Meski akhirnya di stop, tapi Menko saat itu Rizal Ramli harus terpental. Dalam kasus Reklamsi itu, perlihatkan Presiden seperti nya adalah boneka Pengembang dan Kapitalis, di banding sebagai Presiden yang bela kepentingan Rakyat dan Negara.

Kini, hutang luar negeri sudah sangat membengkak, melampaui UU Keuangan Negara, yakni di atas 30%, lalu karena hutang itu, maka segala beban pembayaran nya adalah dengan mencabut segala subsidi dan menaikkan harga2. Tidakkah ini ancaman nyata tersandera nya negara oleh hutang luar negeri. Tapi, Menkeu nya Sri Muliyani juga tidak tahu ke mana di gunakan utang2 itu? Yang mengkhawatirkan, seperti di Sri Lanka, berhutang kepada Cina untuk bangun jembatan, gagal bayar, Jembatan di Sri Lanka itu pun di ambil alih oleh Cina, Negara Pengutang. Apakab hutang kepada Cina itu, akan membuat Negeri ini bernasib seperti Sri Lanka?

Juga, importasi, Garam, sinkong, dan sebagai nya adalah bentuk pengkhianatan Nasib Petani yang di janjikan saat Pilpres. Bukan kan importasi gila2 itu, kerja para pemilik modal dan abai terhadap kepentingan Petani secara umum?

Usia Rezim ini, sudah seperuh jalan, dan pilpres 2019, tinggal setahun lagi. Apakah Presiden boneka Kapitalis dan Pemilk Modal akan di persiapkan lagi, dan korban nasib dan kepentingan Rakyat lagi? Karena dengan kekuatan modal, para taipan itu, akan membeli partai2 politik, media bahkan membeli KPU dan MK, untuk memukuskan Presiden boneka nya. Karena bisa saja pencitraan murahan 2014 dan berbalik, ambil hati mayoritas pemilik suara Umat di Republik ini setelah menyakiti nya dengan membela si Penista Agama dan mengkriminalkan Ulama dan Aktivis Kritis, di lakukan lagi. Tapi Rakyat dan Umat sudah semakin cerdas dengan semua centang perenang dengan gaya2 seperti merakyat itu.

Sudah saat nya Rakyat tidak lagi mudah di perdaya oleh Pencitraan murahan Presiden Boneka. Dan menjadi Presiden boneka itu semakin tidak mendapat tempat di hati Rakyat. Presiden Boneka, tidak saja merusak Rakyat, tapi Bangsa, Negara, Pancasila dan UUD45.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Haris Rusly Moti: Pemerintahan Prabowo Akan Hati-Hati Terapkan PPN 12%

Oleh Haris Rusly Moti
pada hari Kamis, 26 Des 2024
Jakarta – Aktivis gerakan mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, menyatakan keyakinannya bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan berhati-hati dalam menerapkan kebijakan Pajak Pertambahan ...
Opini

Analisis Ancaman Pengangguran di Sektor Tekstil Indonesia

Laporan ini mencerminkan dampak serius dari tutupnya atau berhentinya produksi banyak perusahaan tekstil besar di Indonesia. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pembukaan izin ...