JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Sehari menjelang HUT Kemerdekaan RI ke-72, Indonesia perlu berbangga dengan terbang perdananya pesawat buatan karya anak bangsa, N219 melalui PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Namun di balik kesuksesan itu, ada tiga persoalan yang kini membelit perusahaan penerbangan milik pemerintah tersebut. Demikian diungkapkan
Ketua Tanah Air Institute Yudi Hastika.
Pertama, kata Yudi, keterlambatan penyelesaian dan pengiriman pesawat ke konsumen, sehingga dikenakan denda.
"Seperti proyek pesawat N-111 pesanan Filipina yang dikenai denda sebesar Rp 222,56 miliar, proyek pesawat C 212-400 pesanan Thailand dikenai denda sebesar Rp 175,8 miliar, dan proyek pesawat Super Puma NAS332 pesanan TNI-AU dikenai denda Rp 8,5 miliar," beber Yudi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/8/2017).
Kedua, lebih banyak memasarkan produk Non PTDI, sehingga selisih pendapatan dari penjualan produk tersebut tidak mencukupi biaya operasional tahunan PTDI.
"Produk non PTDI yang dipasarkan PTDI atau sebagai perantara antara lain C 295, Heli Serbu Bell 412, Heli Serang Fennec EC 725, EC 135 dan AS 305," terangnya.
Ketiga, lanjut Yudi, PTDI masih menggunakan mitra penjualan (agen) guna menjual produk pesawat atau helikopter ke dalam negeri dengan pendanaan berasal dari APBN.
"Misalnya, pengadaan helicopter Bell 412 EP di Kementerian Pertahanan yang menggunakan mitra penjualan (Agen) yaitu PT. Bumiloka Tegar Perkasa dan PT Angkasa Mitra Karya," beber Yudi.
Dikatakannya, dengan menggunakan mitra penjualan, menunjukkan marketing di internal PTDI tidak cukup inovatif dalam meyakinkan pelanggan dalam negeri, dalam hal ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk menggunakan produk dalam negeri (PTDI).
"Sehingga mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh oleh PTDI karena harus dibagi dengan mitra penjualan (Agen) tersebut," cetusnya.
Untuk itu, Yudi berharap komisaris utama PTDI segera melakukan evaluasi dan melakukan penyegaran di tubuh manajemen PTDI.
"Kementerian BUMN sebagai perpanjangan tangan Presiden harus mencari dan memilih Dirut PTDI sebagai pengganti Budi Santoso yang lebih baik, dan bukan merupakan bagian dari kroni Budi Santoso," pungkasnya.(yn)