BANDUNG (TEROPONGSENAYAN)- Bertempat di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, Jumat (2/2/2018) (PT DI) Dirgantara Indonesia kembali melaksanakan uji terbang purwarupa pertama pesawat N219 Nurtanio yang ke-14.
Captain Esther Gayatri Saleh, Chief Test Pilot PTDI sebagai Pilot In Command (PIC), dan Captain Adi Budi Atmoko sebagai First Officer (FO) yang melakukan uji terbang ke-14.
Selain Pilot In Command dan First Officer, di dalam purwarupa pertama pesawat N219 Nurtanio ikut serta Ir. Yustinus Kus Wardana dan Ir. Adriwiyanto Onward Kaunang sebagai Flight Test Engineer (FTE), untuk memastikan setiap tahapan pengujian terbang dilaksanakan dengan baik dan benar serta terjamin unsur keselamatannya.
Uji terbang pesawat N219 Nurtanio yang ke-14 disaksikan oleh Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Gita Amperiawan dan Sekretaris Perusahaan PTDI, Ade Yuyu Wahyuna.
Pesawat N219 Nurtanio sampai saat ini sudah melakukan 14 (empat belas) kali uji terbang dengan total waktu 17 (tujuh belas) jam.
"Saat ini kita baru selesaikan terbang ke-14, dari 16 jam terbang ditambah sejam, sekitar 17 jam," kata Tenaga Ahli Bidang Pengembangan Pesawat Terbang PTDI, Andi Alisjahbana.
Pada uji terbang ke-14 hari ini, ungkap dia, pesawat N219 Nurtanio melakukan pengujian elevator, untuk melihat respon elevator.
"Jadi elevator itu ada di bagian belakang, ada di ekor (tail) pesawat, yang horizontal. Kalau diperhatikan elevator kita kasih bulu-bulu. Hari ini tugasnya mengetes elevator, untuk melihat responnya, apakah ketika dikasih input segini dengan waktu yang sama melakukan gerakan yang tepat dan aerodinamiknya bagus, dan untuk melihat apakah aliran udaranya itu tepat sesuai rencana," terang Andi Alisjahbana.
Dijelaskannya, N219 Nurtanio yang pada tanggal 16 Agustus 2017 telah melakukan uji terbang perdana, sampai dengan saat ini masih menjalani serangkaian pengujian sertifikasi. Proses sertifikasi merupakan proses penting untuk menjamin keamanan dan keselamatan karena akan digunakan oleh customer dan masyarakat umum.
"Proses sertifikasi ini proses panjang, dan salah jika dianggap hanya terbang lalu dapat sertifikasi. Kita mesti buktikan ke Kementerian Perhubungan, dalam hal ini DGCA (Directorate General of Civil Aviation) bahwa semua aspek-aspek keselamatan dari pesawat ini terjamin. Kalau ada yang kurang baik, harus kita perbaiki dulu. Itu inti dari sertifikasi," tambah Andi.
Dalam proses sertifikasi dibutuhkan biaya, namun itu lebih bersifat operasional.
"Saat testing ini, biaya yang paling banyak adalah biaya operasional, misalkan nanti kita mesti tes di landasan pendek. Kita akan mencoba ke Kalimantan atau Papua. Kami didukung oleh pemerintah, misal untuk izin dan mendarat di lokasi-lokasi bandara, dipermudah, rekan-rekan DGCA yang berkantor di PTDI Bandung dan di lokasi pengujian, semuanya dibiayai oleh pemerintah," jelas Andi.(plt)