JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Pemerintah telah menetapkan bantuan dana untuk parpol. Semula Rp108 menjadi Rp1.000 per suara per tahun, atau naik hampir 10 kali lipat dari sebelumnya. Dana tersebut diambil dari APBN yang merupakan uang negara yang artinya juga merupakan uang rakyat.
“Memang kenaikan bantuan Rp1.000 per suara di Indonesia masih dalam tingkat wajar jika dibandingkan dengan banyak negara maju,” kata Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) RI Abdulhamid Dipopramono.
Hamid berpendapat, negara lain ada yang memberikan bantuan 30 persen dari total anggaran parpol seperti Inggris dan Italia. Ada yang membantu 50 persen anggaran parpol seperti Prancis dan Jepang, 70 persen seperti Austria dan Swedia, dan ada yang 100 persen seperti Uzbekistan.
“Konsekuensi atas naiknya anggaran dari negara tersebut adalah parpol dituntut transparan dan akuntabel dalam laporan keuangannya. Tidak boleh sembunyi-sembunyi dalam penggunaan anggaran dan harus menghentikan perilaku korup pada para kadernya,” tegas Abdulhamid.
“Kita lihat setahun ke depan, kalau korupsi oleh orang parpol masih belum berkuang berarti asumsi teoritik dan pengalaman empirik di banyak negara yang bantuan dana untuk parpolnya besar tidak berlaku bagi Indonesia,” sambungnya.
Bagaimana jika perilakunya tak berubah, menurut Hamid, “Kalau tak berubah bantuan pemerintah harus dikurangi lagi.”
Untuk kondisi Indonesia, parpol pada saat ini masih sangat tertutup alias tidak transparan dari sisi keuangan. Hal ini terbukti dari monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan setiap tahun oleh KIP untuk mengetahui tingkat transparansi dan keterbukaan informasi semua badan publik.
Ada enam kategori badan publik yang dilakukan monev oleh KIP yang terdiri kategori kementerian, lembaga negara, BUMN, pemerintah provinsi, perguruan tinggi negeri, dan parpol. Alhasil, parpol nilainya paling buruk. Artinya merupakan badan publik paling tertutup. “Yang paling terbuka dan transparan justru kementerian,” kata Abdulhamid.
Menurut Abdulhamid, ada beberapa parpol yang sudah disengketakan oleh LSM ke KIP karena tidak transparan dalam laporan keuangan. Mereka sudah diadili oleh KIP dan putusannya menyebutkan bahwa parpol harus mau memberikan informasi laporan keuangannya ke publik sebagai konsekuensi pemeberian bantuan dan dari pemerintah. “Namun mereka tetap saja tidak patuh,” terang Abdulhamid.
Padahal, kata dia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengatur tentang keharusan parpol untuk membuka laporan keuangannya, yaitu yang diatur pada Pasal 15. “Yang mengesahkan undang-undang adalah DPR yang adalah orang parpol, jadi janganlah dilanggar sendiri.” [b]