JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Agresifnya pemerintah dalam mengandalkan utang untuk pembangunan infrastruktur dinilai banyak pihak terlalu berani. Apalagi sejak berhutang, posisi utang di masa tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK makin mengkhawatirkan. Bahkan bisa dibilang sudah menuju lampu kuning yang berarti kegemaran berhutang sudah harus disetop.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengaku sangat khawatir dengan tindakan pemerintah untuk berhutang dalam tiga tahun terakhir. Pemerintah terlalu agresif dalam menerbitkan utang bahkan tidak sejalan dengan berbagai pencapaian terutama di bidang infrastruktur.
Saat ini realisasi pembangunan infrastruktur yang selesai atau commercial operation date masih di bawah 10%, dan sisanya masih dalam proses perencanaan dan lelang sebesar 41%. "Penggunaan utang dalam membangun infrastruktur juga menuai pro dan kontra, hal ini dikarenakan dampaknya ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap perekonomian," katanya Jumat (20/10/2017)
Menurut Bhima, pembangunan infrastruktur tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja. Malah yang terjadi sebaliknya terjadi penurunan. "Misalnya penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi turun 230 ribu orang di 2016 dibandingkan tahun 2015, upah riil buruh bangunan turun -1,3% per September 2017 dibanding tahun lalu," ungkap dia.
Selain itu, penambahan utang selama juga tidak mampu menurunkan angka kemiskinan secara signifikan, per Maret 2017 tercatat jumlah orang miskin secara nasional justru bertambah 6.900 orang. Selanjutnya, juga terkait dengan ketimpangan atau rasio gini juga tidak mengalami penurunan yang signifikan. Di mana, masih di kisaran 0,39.
Sampai September 2017 posisi utang pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp 3.866,45 triliun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 1.261,52 triliun dari posisi Rp 2.604,93 triliun. (aim)