JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Masalah kontrak dalam revisi UU Migas harus dibuat klausul tersendiri atau pasal tersendiri. Karena memang sebaiknya kontrak itu harus sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Dengan klausul tersendiri itu, maka kita berharap ada kedaulatan energi, seperti yang dimaksudkan oleh MK," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha kepada TeropongSenayan di Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Diakui Satya, kontraktor saat ini lebih suka menggunakan lex spesialis. Karena kontrak jenis ini sangat kuat dan bisa mengalahkan Undang Undang (UU) yang ada. "Makanya kita usulkan stabilization clause. Kalau kontraktor keberatan, dia bisa duduk bersama dengan pemerintah," tambahnya.
Yang menggunakan kontrak lex spesialis, lanjut anggota Fraksi Partai Golkar ini memberi contoh, yakni PT Freeport. "Makanya kita tak bisa berbuat apa apa. Tidak ada ruang untuk pemerintah melakukan negosiasi. Kontrak ini luar biasa kedudukannya, melebihi Undang-Undang," terang dia lagi.
Menurut Satya, saat ini pemerintah tak punya rujukan UU Migas. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun DPR harus sama-sama concern mempercepat pembahasan RUU Migas. "Kalau pemerintah diam saja, ya kita tak tahu harus bagaimana selanjutnya. Makanya pemerintah harus mengambil tindakan cepat, misalnya menjadikan RUU Migas jadi inisiatif pemerintah," paparnya.
Dalam pembahasan RUU Migas ini, kata Satya lagi, celakanya begitu ganti pemerintahan, maka RUU Migas lama 'hangus', artinya tak bisa dibahas lagi. 'Intinya, ya harus dari awal lagi pembahasannya," pungkasnya. (ec)