JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengecam keras rencana Kemen BUMN yang akan melempar sejumlah perusahaan plat merah ke lantai bursa saham.
Alasannya, lanjut Rieke, tidak ada jaminan juga ketika BUMN tersebut melantai di bursa saham dapat mendatangkan profit bagi negara.
"Baru-baru ini dilansir beberapa media, ada menteri yang melempar wacana untuk mendorong BUMN Energi, yaitu Pertamina dan PLN untuk go public. Alasannya agar terjadi transparansi dan meningkatkan keuntungan. Pertanyaannya apa jaminannya ketika go public BUMN itu bisa datangkan keuntungan," tandas Politikus PDIP itu pada wartawan di Jakarta, Senin (13/11/2017).
Sekali lagi, lanjut dia, masuknya BUMN ke bursa saham tidak otomatis membuat perusahaan plat merah tambah untung dan terbuka dalam pengelolaannya.
Bahkan, ungkap dia, beberapa BUMN yang terlanjur go public ternyata malah tercatat mengalami kerugian yang serius.
"Transparansi perusahaan negara tidak lahir seketika dengan melantai di bursa saham," sindir aktivis perempuan itu.
Menurutnya, Hal yang paling penting adalah mengembalikan tata kelola BUMN sesuai dengan arah dan perintah konstitusi UUD 1945.
"BUMN harus fokus pada core business dan core competency masing-masing. Patuhi, mana BUMN yang harus fokus pada pelayanan publik pada mencari laba atau pada irisan keduanya. Ikuti saja arahan Presiden. Jangan sampai urusan bisnis utama diabaikan, malah sibuk “bisnis printilan” dari buka anak perusahaan catering, binatu, sampai penyalur tenaga kerja," tegas Rieke.
Lebih lanjut Rieke menduga, rencana tersebut tak lebih sebagai upaya menyediakan wadah baru bagi para pensiunan BUMN.
"Indikasinya untuk tetap memberi periuk pada mantan direksi BUMN. Bahkan, terindikasi ranah swasta dan UKM pun diambil. Namanya "mati angin" kalau begitu. Kreatifitas diperlukan bukan untuk menopang hidup para elit BUMN, tapi untuk menjaga kelangsungan hidup BUMN yang bisa memberi kehidupan bagi ekonomi negara," sindirnya.
"Bagi saya restrukturisasi jauh lebih penting. Lakukan audit keuangan dan manajemen terhadap induk, cucu dan cicit BUMN. Hal ini jauh lebih penting dibanding keputusan reaksioner go public," tandasnya.
Ditegaskannya, jika hal-hal fundamental restrukturisasi BUMN tidak dilakukan, Go Public hanya akan membuat BUMN mau untung malah buntung. Lebih parah lagi ujungnya-ujungnya BUMN malah jadi parasit negara.
Sekedar informasi, Berikut ini beberapa BUMN yang telah Go publik dan merugi:
1. PT Indofarma Tbk (INAF), masuk bursa 17 April 2001. Performance kinerja keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk di paruh pertama 2017 membukukan raport merah. Pasalnya, emiten bidang farmasi ini mencatat peningkatan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sekitar 92,13% atau menjadi Rp53,539 miliar, dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp27,865 miliar.
2. PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), masuk bursa 10 November 2010. Pada 2016, Krakatau Steel membukukan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$171,69 juta atau turun dibandingkan dengan US$320 juta pada 2015.
Dengan pencapaian itu, Krakatau Steel berarti selalu membukukan kerugian dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Sebagai pengingat, perusahaan membukukan rugi sebesar US$147,11 juta (2014), US$13,98 juta (2013) dan US$20,43 juta (2012). Perusahaan terakhir kali membukukan keuntungan pada 2011.
3. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), masuk bursa 27 November 1997. PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada semester pertama 2017 mengalami kerugian Rp 496,12 miliar dibanding semester yang sama tahun sebelumnya mencatat laba Rp 11,03 miliar.
Turunnya penjualan pada paruh pertama tahun ini sebesar 27,7 persen menjadi Rp 3,01 triliun dari sebelumnya Rp 4,16 triliun menjadi salah satu penyebabnya.
Selain itu, meningkatnya bagian kerugian entitas asosiasi dan ventura bersama menjadi Rp 162,28 miliar, serta naiknya beban keuangan menjadi Rp 304,17 miliar juga turut memicu tingginya kerugian perusahaan tambang milik pemerintah tersebut.
Kerugian yang dialami Antam kali ini bukan yang pertama kalinya. Pada 2014, BUMN Pertambangan tersebut juga pernah mengalami kerugian Rp 743,53 miliar dan bahkan pada 2015 mencatat kerugian sebesar Rp 1,44 triliun. Dengan kerugian yang cukup besar membuat Antam tidak membagikan dividen dalam tiga tahun secara beruntun kepada para pemegang sahamnya.
4.bPT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), masuk bursa 11 Februari 2011. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) masih mencatatkan hasil buruk di kuartal III-2017. Kerugian perusahaan penerbangan plat merah ini justru mencatatkan kenaikan ke level US$ 222,04 juta. Pada periode yang sama di tahun sebelumnya GIAA mencatat rugi sebesar US$ 44,01 juta. (icl)