Opini
Oleh Djoko Edhi Abdurrahman (mantan Anggota Komisi Hukum DPR, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU) pada hari Selasa, 05 Des 2017 - 07:16:40 WIB
Bagikan Berita ini :

Dikhotomi Tentara Pretorian vs Tentara Profesional, Kritik Untuk Connie

19IMG-20170503-WA0000.jpg
Djoko Edhi Abdurrahman (mantan Anggota Komisi Hukum DPR, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU) (Sumber foto : Ilustrasi oleh Kuat Santoso )

Amos Perlmutter dan Valerie Plave Bennett menulis buku "The Political Influence of the Military: A Comparative Reader", Yale University Press, New Haven, 1980, yang berkisah dikhotomi "Militer Profesional" versus "Tentara Pretorian".

Mestinya Connie Rahakundini bicara itu daripada carmuk kepada Marsekal Hadi Tjahjanto yang, dari CV-nya diketahui naik ke Panglima TNI berkat asyobiyah (nepotisme) dan karbitan. Sudah jauh-jauh sekolah ke Hawaii segala, Connie cuma mau carmuk. Misalnya, ia bisa menganalisis calon Panglima dari AU itu, tipe "profesional" atau "pretorian". Jadi, selain paras yang elok dan suara sopranonya, dapat dinikmati juga kewarasan dan kecerdasan Connie Rahakundini.

Studi Perlmutter dan Bennett, lebih dalam daripada kerangka teoritik Samuel Huntington. Kasus-kasus Dunia Ketiga diikuti Edward Shild, Lucian Pye, Morris Janowitz, Feit, etc, dari sini. Perlmutter menambahkan dua teorema, yaitu dikhotomi tadi, dan militer profesional revolusioner.

Tampaknya memang sudah tak ada "tugas suci" Huntington itu pada tentara profesional kini. Secara empirik, tak mungkin ada tentara Saptamargais pada tentara profesional. Sebab, "tugas suci" yang namanya Saptamargais hanya dimiliki tentara pretorian. Yang ditemukan adalah the military minds atas negara bangsa (nation state) dari tentara profesional, tapi sudah politik. Wujud nyatanya adalah pengabdian kepada kekuasaan, tanpa reserve. Kalau tidak, apa yang disebut Huntington sebagai political decay (pembusukan politik).

Di TV, pernyataan Presiden Jokowi mengoplos, "..saya harapkan Marsekal Hadi Tjahjanto membawa TNI jadi tentara pejuang, tentara rakyat, dan tentara profesional".

Tiga jenis tentara yang berbeda dioplos jadi satu. Koyok opo?

Tentara pejuang, adalah tentara yang terlibat fase perjuangan kemerdekaan. Sudah jadi veteran semua.

Tentara rakyat, sejak Gestapu PKI sudah tak ada. Yaitu, sejak Angkatan ke V dibubarkan. Tadinya, Angkatan ke V dipersenjatai. Belakangan terlibat anasir Gestapu. Sejak peristiwa itu, kita tak mengenal tentara rakyat.

Tentara profesional. Tentara yang diperintah oleh UU. Bukan lagi doktrin Sapta Marga.

Harus diubah TNI dari tentara profesional Huntington, menjadi Tentara Profesional Revolusioner Perlmutter. Itu jika tentara tak ingin terus marginal. TNI harus kembali ke Sapta Marga, dan yang paling dekat adalah Perlmutterian yang disebut sebagai tentara profesional revolusioner.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Analisis Mendalam Berdasarkan Data BRIEF UPDATE BDS Alliance

Oleh Tim Teropong Senayan
pada hari Minggu, 22 Des 2024
EKONOMI 1. Pelemahan Rupiah dan IHSG Pelemahan Rupiah dan Arus Modal Keluar: Meskipun rupiah sempat menguat tipis pada Jumat lalu, secara mingguan mata uang ini mencatat pelemahan yang ...
Opini

Lukisan yang Jokowi Banget

Catatan Cak AT Ironi tragis kembali hadir di panggung seni Indonesia yang tak pernah absen dari sandiwara. Kali ini, kisahnya milik Yos Suprapto, seniman kawakan asal Surabaya, yang karyanya ...