JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Kelangkaan elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram atau biasa disebut gas melon perlu disikapi serius, lantaran menyangkut nasib rakyat kecil. Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero) perlu menciptakan skema yang tepat serta pengawasannya diperkatat.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron mendesak Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero) menciptakan skema yang tepat serta pengawasannya diperketat.
Harus diakui, kata politisi Demokrat ini, ketersediaan elpiji bersubsidi, jauh di bawah kebutuhan.
Sehingga, perlu pengaturan segmentasi yang mumpuni, kalau perlu dilakukan pembatasan.
"Sampai hari ini penyaluran pertamina pun sudah melampaui quota subsidi, dan sampai desember kemungkinan bertambah," kata Herman saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/12/2017).
Untuk mengatasi kelangkaan di sejumlah daerah, Herman mendukung upaya Pertamina dengan melakukan operasi pasar.
Tidak tertutup peluang ada pihak-pihak yang ingin mengeruk untung besar dengan melakukan penimbunan.
"Saya meminta pengawasan diperketat. Kalau ditemukan ada penimbunan, pelakunya diberi sanksi keras," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi sependapat bahwa pemerintah dan Pertamina perlu lebih fokus kepada pengawasan. Dalam hal ini, peran pemerintah daerah sangatlah diperlukan.
"Kita lihat penghuni apartemen menenteng elpiji melon (bersubsidi). Selain harganya murah, nentengnya juga mudah. Demikian pula, peluang industri menggunakan elpiji subsidi masih besar. Kan bisa saja elpiji subsidi dimasukkan atau dioplos dengan elpiji non subsidi. Artinya pengawasan masih kurang," ujar Tulus saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/12/2017).
Maraknya 'permainan' yang menimbulkan kelangkaan LPG bersubsidi, kata Tulus, lantaran adanya perbedaan (disparitas) harga dengan LPG nonsubsidi yang menjulang. Alhasil, oknum-oknum nakal memanfaatkan kondisi ini untuk berbuat curang.
Khusus untuk distribusi LPG bersubsidi, disarankan untuk menggunakan mekanisme tertutup. Kalau tidak, LPG bersubidi akan dipergunakan kelompok menengah ke atas. Alhasil, wong cilik yang seharusnya berhak menikmati LPG murah, menjadi tidak kebagian.
"Tidak kurang dari 20 persen pengguna elpiji 12 kilogram pindah ke 3 kilogram, karena perbedaan harganya cukup besar," tegasnya.(yn)