JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ketua DPP PPP Muktamar Jakarta, Ghozali Harahap mengatakan pengambilalihan kantor DPP PPP oleh kubu Romahurmuziy semakin memunculkan stigma bahwa Presiden telah memecah belah Umat Islam. Terlebih lagi, dengan Kebijakan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Umat Islam, khususnya kader dan pemilih PPP, mempertanyakan kebijakan Menteri Hukum dan HAM yang telah menyebabkan perpecahan dalam Partai Politik yang berbasis Islam, dengan mengesampingkan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, mempertahankan SK Menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan Kepengurusan PPP Romahurmuziy," ujar dia dalam siaran pers, Kamis (14/12/2017).
Menurutnya, Menteri Hukum dan HAM memiliki kewenangan dan bersifat administratif, telah melakukan perbuatan melawan hukum. Yaitu, dengan tidak memberikan SK Pengesahan Kepengurusan PPP H. Djan Faridz.
Padahal, lanjut dia, jika sesuai Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 79PK/Pdt.Sus/Parpol/2016, tanggal 12 Juni 2017 yang telah berkekuatan hukum tetap Putusan Peninjauan Kembali.
"Dimana sengketa ini telah dipandang sebagai sengketa kepengurusan partai politik dan harusnya dikembalikan ke Mahkamah Partai yang sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (5) dan Pasal 33 ayat (1) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik," jelas dia.
Oleh sebab itu, dia pun menegaskan, bahwa Menkumham harus segara menghapus stigma bahwa Presiden telah memecah belah umat Islam khususnya umat Islam dalam partai PPP. Menkumham harus segera mencabut SK pengesahan PPP Romy.
"Dan tidak ada satupun Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, baik dalam Putusan PK 79 maupun dalam Putusan Kasasi terkait dengan pembatalan SK Nomor M.HH-06.AH.11.01 Tahun 2016 tanggal 27 April 2016, yang memberikan hak bagi Kubu Kepengurusan Romahurmuziy untuk menempati Kantor DPP PPP ataupun yang memerintahkan Kubu Kepengurusan Romahurmuziy," tandas dia. (icl)