JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Keberadaan pasal 122 huruf K dalam UU MD3 yang baru saja disahkan DPR menjadi polemik ditengah masyarakat saat ini.
Sebagian masyarakat menganggap bahwa keberadaan pasal tersebut mengancam keberlangsungan iklim demokrasi yang telah dibangun dengan cucuran keringat, darah dan pemikiran para pejuang reformasi.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, keberadaan pasal 122 huruf K sebenarnya adalah penegasan dari pasal sebelumnya yang sudah ada yaitu terkait bagaimana DPR menjaga marwah dan martabatnya secara kelembagaan.
"Pasal 122 huruf K ini penegasan dari pasal 119, jadi bukan hal baru. MKD ditugaskan kawan-kawan untuk menjaga marwah dan kehormatan lembaga dan anggota. Nah, di pasal 119 itu sudah jelas MKD bertugas menjaga marwah dan kehormatan lembaga dan anggota, namun untuk mempertegasnya, maka DPR berinisiatif memberikan tugas tambahan pada MKD dengan pasal 122 huruf K yang intinya menjaga kehormatan DPR secara kelembagaan," jelas Anggota Komisi III DPR itu saat dihubungi di Jakarta, Rabu (14/02/2018).
"Selama ini kami fokus menjaga marwah itu lebih ke dalam, proses perbaikannya lebih ke internal kalau mengacu ke pasal 119," tambahnya.
Jadi, kata dia, penegasan terkait menjaga marwah lembaga DPR melalui pasal 122 huruf K itu bukan berarti DPR anti kritik apalagi anti demokrasi.
"Pasal itu dimaksudkan justru untuk mencegah abuse of power dari anggota DPR itu sendiri," tandas Dasco.
Selain itu, lanjut Dasco, semangat dari pasal tersebut adalah bagaimana DPR melalui MKDnya mencegah potensi penyalahgunaan wewenang yang dimiliki anggota DPR ketika menghadapi satu persoalan hukum misalnya dengan unsur masyarakat baik perorangan maupun kelompok.
"Implementasi pasal tersebut akan kita atur untuk mencegah terjadinya abuse of power. Nanti kita atur dan buat tata beracaranya untuk menepis kekhawatiran masyarakat bahwa pasal itu anti kritik. kami akan segera membuat tata beracaranya dengan parameter dan aturan yang jelas. Yang jelas kalau ada aleg yang merasa dirugikan misalnya, itu gak serta merta juga main lapor karena begini, itu juga rentan nanti ada pelanggaran kode etik ketika dia melaporkan dengan menggunakan powernya untuk menekan penegak hukum, inikan tidak fair. Itu makanya MKD mencegah hal-hal itu," papar Dasco.
Untuk diketahui juga, terang dia, pasal tersebut dalam rangka merespons kondisi perpolitikan yang semakin dinamis, maka dari itu perlu aturan yang bisa mencegah atau bahkan merugikan marwah dan kehormatan lembaga DPR.
"Dalam perjalanannya teman-teman (anggota DPR) ini juga bukan punya masalah diinternal saja. Banyak juga teman-teman mengalami persoalan diluar DPR. Namanya politik mereka kerap kali dilaporkan ke penegak hukum, nah kemudian terjadi rekayasa-rekayasa, yang bisa saja dilakukan oleh lawan politiknya atau bisa saja oleh orang yang pengin kursinya," kata dia.
"Sebenarnya di kepolisian juga ada Standar Operational Procedure (SOP-nya) soal pelaporan pidana ini. Cuma kerap kali tidak menerapkan aturan yang sma. Sehingga timbul wacana dari kawan-kawan yang direalisasikan dalam UU yang memberikan tugas kepada MKD untuk menjaga marwah dan kehormatan lembaga DPR dengan memberikan tugas tambahan melalui pasal 122 huruf K. Yang jelas DPR bukan lembaga anti kritik, silakan saja masyarkat mengkritik sepanjang kritik itu berbasiskan data ilmiah," pungkasnya.(plt)