JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto mengkritik rendahnya serapan anggaran DKI. Menurut dia, minimnya serapan anggaran juga bukan karena pencoretan program dari DPRD, tetapi sistem ULP (Unit Layanan Program Pengadaan) yang belum berfungsi.
"Itu bisa dicek di internal SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)," kata Prijanto kepada TeropongSenayan di Jakarta, Selasa (7/4/2015).
Prijanto menambahkan, adanya tarik ulur antara SKPD dengan ULP tentang 'fee' ketika akan melaksanakan program juga menjadi faktor rendahnya serapan anggaran.
Tidak adanya posisi gubernur, sejak Jokowi jadi calon presiden dan dilantik menjadi presiden pun kata Prijanto tidak dapat dijadikan alasan rendahnya serapan anggaran di DKI.
Menurut Prijanto, sesuai UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewajiban gubernur dan wakil gubernur itu sama. Pengelolaan keuangan daerah juga menjadi tanggung jawab gubernur dan wakil gubernur.
"Jika gubernur tidak ada atau tidak bekerja, tugas gubernur ditangani wagub," terang Prijanto.
Karena itu, Prijanto meminta masyarakat Jakarta agar tidak terjebak omongan Ahok dan pemberitaan sebagian media yang tidak lagi objektif.
Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama alias Ahok, Senin (6/4/2015) menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban atau LKPJ di depan DPRD DKI. Dalam laporan itu terungkap Ahok mengakui penyerapan anggaran yang sangat rendah. Penyerapan anggaran 2014, khususnya belanja daerah hanya terealisasi Rp 37,76 triliun atau sekitar 59,32% dari total Rp 63,65 triliun.
Ahok berdalih, rendahnya serapan anggaran itu disebabkan adanya langkah efesiensi dan pengetatan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Sebaliknya, DPRD menganggap rendahnya serapan anggaran itu merupakan bentuk kegagalan Ahok dalam melaksanakan program pembangunan di Jakarta. Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyebut rendahnya serapan anggaran di era Ahok menunjukkan Jakarta selama 2014 mengalami kemunduran.(yn)