SURABAYA (TEROPONGSENAYAN)--Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengakui perekonomian di Kota Pahlawan mengalami penurunan pascateror bom yang terjadi di tiga gereja sepekan lalu disusul ledakan di Mapolrestabes Surabaya
Risma, di Surabaya, Minggu (20/5/2018), mengatakan peristiwa ledakan bom yang mengakibatkan belasan orang meninggal dan puluhan orang luka-luka tidak hanya membuat warga Surabaya khawatir dan takut, melainkan juga berdampak pada roda perekonomian di Surabaya.
"Ya agak turun tapi mudah-mudahan cepat normal kembali," katanya.
Untuk itu, ia berharap agar situasi dan kondisi di Kota Surabaya berlangsung kondusif sehingga warga bisa melakukan aktivitas seperti biasa dan juga investor tidak khawatir berinvestasi di Surabaya.
Hal sama dikatakan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Surabaya Jamhadi. Ia mengatakan Kadin tidak menyangka jika selama ini Surabaya dikenal aman dan nyaman, menjadi target teroris.
"Dengan adanya kejadian itu tentu, semua pihak yang ada di Surabaya harus merapatkan barisan menunjukkan ke dunia luar bahwa di Surabaya aman untuk tinggal, wisata dan bisnis," katanya.
Menurut dia, salah satu yang sudah dilakukan Kadin Surabaya adalah dengan memberikan penjelaskan kepada para tamu luar negeri di acara pertemuan Surabaya Bisnis Forum di Hotel Bumi Surabaya pada 16 Mei 2018.
"Kami jelaskan kepada para tamu bahwa Surabaya dan Jatim aman," katanya.
Sementara, Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Wilayah Jawa Timur Mohammad Supriyadi sebelumnya menyatakan aksi terorisme berupa peledakan bom di Surabaya dan Sidoarjo menurunkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Kota Pahlawan dan sekitarnya.
"Dari sisi produksi, mencegah para pekerja untuk masuk kerja atau melakukan kegiatan produksi," katanya.
Selain itu, lanjut dia, dari sisi logistik, adanya razia, pengamanan dan penutupan jalan mengganggu distribusi logistik regional. Secara makro mengganggu roda ekonomi baik mingguan, maupun bulanan, sehingga pertumbuhan ekonomi triwulanan terganggu.
"Dari sisi konsumsi juga mengurangi jumlah total konsumsi karena adanya penurunan pengunjung pada pusat perbelanjaan ritel maupun grosir," katanya. (plt/ant)