JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise menegaskan bahwa perkawinan anak berbahaya.
"Dan merampas hak-hak anak yang seharusnya dijamin oleh negara," kata Yohana saat menjadi pembicara kunci pada diskusi media tentang 'Perkawinan Anak' di Jakarta, Senin (6/8/2018).
Untuk itu, ia mendorong batas terendah perkawinan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinaikkan, terutama bagi perempuan, guna mencegah pernikahan anak.
"Usia minimal 16 tahun bagi perempuan, tergolong masih usia anak atau belum dewasa," ungkapnya.
Ia mengatakan, batas terendah usia perkawinan pada Undang-Undang Perkawinan justru mendorong perkawinan anak, sehingga batasnya perlu dinaikkan.
Undang-Undang Perkawinan mengatur perkawinan hanya diizinkan bila laki-laki sudah mencapai usia 19 tahun dan perempuan mencapai usia 16 tahun, serta memenuhi syarat-syarat perkawinan.
"Karena itu, penyempurnaan Undang-Undang Perkawinan terkait usia perkawinan menjadi kebutuhan yang mendesak. Perlu ada intervensi dari pemerintah untuk menghentikan praktik-praktik perkawinan usia anak," tuturnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan satu dari empat anak perempuan di Indonesia telah menikah pada umur kurang dari 18 tahun pada 2008 hingga 2015.
Tercatat 1.348.886 anak perempuan telah menikah di bawah usia 18 tahun pada 2012. Bahkan, setiap tahun sekitar 300.000 anak perempuan di Indonesia menikah di bawah usia 16 tahun.(yn/ant)