JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Peluang mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) untuk bisa lolos dari dakwaan kasus dugaan korupsi SKL BLBI semakin besar.
Pasalnya dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (13/8/2018), tim penasehat hukum SAT berhasil mendatangkan Merryana Suryana, yang merupakan notaris pencatatpernyataan BPPN yang diwakili Farid Herianto bahwa Sjamsul Nursalim (SN) telah menyelesaikan transaksi sebagaimana diatur dalam perjanjian MSAA. Akta yang disebut Letter of Statement itu terkait penyelesaian kewajiban SN kepada BPPN terkait dengan perjanjian MSAA yang ditandantangani kedua belah pihak, termasuk surat keterangan Release and Discharge (R&D).
Saksi menjelaskan, akta Letter of Statement itu merupakan akta otentik yang mengikat para pihak. Selama belum digugat pembatalannya ke pengadilan, isi akta tetap berlaku dan mengikat.
Letter of statement itu dibuat berdasarkan perjanjian MSAA dan R&D. Penandatanganan akta ini mengartikan bahwa BPPN telah menerima penyelesaian kewajiban SN seperti tertuang dalam MSAA. Sesuai dengan prinsip MSAA adalah penyelesaian masalah diluar pengadilan (out off court settlement), dimana para pihak sepakat untuk tidak melakukan tuntutan hukum pidana terkait dengan isi perjanjianyang telah disepakati.
“Letter of statement itu dibuat berdasarkan permintaan dari lawyer BPPN,” kata Merryana.
Menurut Merryana, sampai saat ini Letter of Statement tersebut masih berlaku, karena sepengetahuan dia belum ada pembatalan dari pihak manapun terhadap isi akta tersebut. “Pembatalan baru bisa dilakukan oleh pengadilan, dan sampai saat ini saya belum pernah mendengar,” kata Merryana.
Dalam Letter of Statement itu sendiri disebutkan bahwa, "Dengan pertimbangan pemenuhan oleh Tuan Sjamsul Nursalim atas transaksi-transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk, BPPN dengan ini setuju bahwa BPPN telah melepaskan dan membebaskan Tuan Sjamsul Nursalim dari tanggung jawab lebih lanjut berdasarkan Bantuan Likuditas, dan dengan ini melepaskan dan setuju untuk mengembalikan sesegera mungkin kepada Tuan Sjamsul Nursalim setiap benda yang termasuk Jaminan Likuiditas."
Selain itu, dalam Letter of Statementjuga ditegaskan bahwa, "Surat Pernyataan ini adalah sebagai tambahan pada surat tertanggal hari ini dari BPPN kepada Tuan SJAMSUL NURSALIM dan Bank mengenai Bantuan Likuiditas dan pada surat tertanggal hari ini yang ditujukan oleh BPPN dan Menteri Keuangan Pemerintah Republik Indonesia kepada Tuan Sjamsul Nursalim dan Bank mengenai Pinjaman Pemegang Saham (seperti didefinisikan dalam Perjanjian Induk)."
Untuk diketahui, Letter of Statement adalah suatu pernyataan sepihak yang diberikan oleh BPPN di depan notaris yang pada intinya antara lain menyatakan dan menegaskan telah dibebaskan dan dilepaskannya PS dari kewajibannya atas BLBI.Selain itu, Letter of Statement juga menegaskan adanya surat-surat release and discharge yang diberikan pemerintah kepada PS sehubungan dengan pemenuhan atas kewajibannya berdasarkan MSAA.
Letter of Statement ini diberikan dalam bentuk akta otentik (dituangkan dalam Akta No. 48, tanggal 25 Mei 1999, dibuat di depan Merryana Suryana, SH, Notaris di Jakarta), artinya ia memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna mengenai isi yang diterangkan di dalamnya.Pihak yang menyangkal atas isi akta otentik wajib membuktikan di dalam pengadilan bahwa isi dari akta tersebut adalah tidak benar.Sepanjang belum ada putusan pengadilan yang menyatakan isi akta otentik tersebut tidak benar, keterangan dalam akta tersebut demi hukum wajib dianggap benar.
Seperti diketahui, SAT disidangkan dengan dakwaan telah menyebabkan kerugian kepada negara sebesar Rp 4,58 ketika dia sebagai Ketua.Kerugian ini disebabkan SAT telah mengeluarkan Surat Permukiman (SKL) pada 2004 kepada Sjamsul Nursalim , mantan pemegang saham pengendali Bank BDNI.
Padahal, menurut KPK, SN belum berhak menerima SKL karena belum persoalan kredit bank kepada 11.00 peternak udang yang menjadi plasma perusahaanPT Dipasena Citra Darmaja belum diselesaikan. Pemberian SKL ini dinilai telah membuat pemerintah kehilangan hak tagih.Kredit tersebut disalurkan pada saat sebelum krisis ekonomi 1997-1998, dimana sebagain dalam bentuk valas. Tagihan petambak senilai US$ 390 juta atau setara Rp 1,3 triliun pada kurs saat itu. Ketika kurs rupiah anjlok pada saat krisi, nilai utang petani tersebut membengkak menjadi Rp 4,8 triliun sehingga mereka kesulitan untuk membayar.(yn)