Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Sabtu, 27 Okt 2018 - 01:04:31 WIB
Bagikan Berita ini :

KPK Diminta Turun Tangan Terkait Kasus Kejanggalan Data Beras Kementan

994207524045.jpg.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenal Arifin Mochtar ikut menyorotikisruh perbedaan data terkait stok pangan beras antara Badan Pusat Statistika (BPS) dan Kementerian Pertanian (Kementan).

Dia pun mendorong agar penegak hukum turun tangan menyelesaikan masalah tersebut, mulai dari kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Sederhananya begini, memang ini (masalah pangan) mengarah ke perilaku korupsi, wajar dalam hal ini polisi hingga KPK perlu ikut campur,” kata Zainal, Jumat (26/10/2018).

Ia menilai, dalam kasus ini semua pihak terkait harus betul-betul mengkaji bersama dengan saksama.

“Saya tidak begitu memperhatikan sebetulnya isu ini. Tapi kalau melihat kasusnya, ada dua kemungkinan dapat terjadi,” ungkap Zainal.

Pertama, Zainal mengatakan, ada kemungkinan Kementan sengaja memanipulasi data atau kedua memang ada indikasin perilaku koruptif dalam masalah tersebut.

"Semuanya bisa saja terjadi karena pangan memang sangat potensial untuk dimainkan," katanya.

Hal senada dikemukakan Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas.

Ia mengatakan, bahwa kejadian ini harusnya diivestigasi secara komprehensif. Pasalnya, data yang sempat diklaim Kementan berbanding terbalik dengan data yang absah dari BPS.

“Kalau dikatakan metodenya yang berbeda, kan yang di-sampling dan disurvei itu sama. Apalagi untuk data nasional, BPS itu kan dibentuk oleh Undang-Undang (UU), memiliki kewenangan untuk mengumpulkan data per instansi dan menjadi pusat data untuk nasional. Data BPS data official loh,” papar Firdaus.

Menurut Firdaus, apa yang terjadi sekarang merupakan sebuah masalah dalam konteks kebijakan nasional. Hal ini telah menandakan bahwa data yang digaungkan sebelumnya memang tidak komprehensif.

ICW melalui Firdaus mendorong pihak berwenang dalam penindakan korupsi, yakni KPK segera menidaklanjutinya. KPK perlu melakukan kroscek menyeluruh secara objektif berdasarkan dua data tersebut.

"Secara umum Kementan harus memastikan apakah betul data BPS menunjukkan angka itu, atau memang harus mengakui kesalahan," ucapnya.

Kemudian, lanjut dia, DPR juga bisa mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit komprehensif terkait neraca pangan Indonesia dan bagaimana kinerja penanganan pangan Indonesia sehingga dapat didapatkan gambaran awal persoalan.

Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya merevisi data beras yang telah disampaikan Kementerian Pertanian (Kementan).

Pemerintah menyatakan data beras terbaru yang disampaikan BPS telah menggunakan penyempurnaan metode perhitungan.

Data BPS tersebut menyatakan bahwa produksi gabah kering giling pada 2018 diperkirakan 56,54 juta ton atau di bawah Kementanyang menyatakan 80 juta ton.

Sementara itu, produksi beras versi BPS adalah 32,42 juta ton sementara Kementan46,5 juta ton.

Lalu, konsumsi beras menurut BPS sebanyak 29,57 juta ton atau di bawah Kementan33,47 juta ton. Sedangkan, Kementanmemperkirakan surplus mencapai 13,03 juta ton, namun BPS memperkirakan surplus hanya 2,85 juta ton.(Alf)

tag: #kpk  #kementerian-pertanian  #bps  #polri  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement