JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan penetapan tersangka menjadi objek praperadilan. Dengan demikian, setiap orang yang dijadikan tersangka oleh lembaga penegak hukum dapat mengajukan gugatan praperadilan seperti halnya yang dilakukan Komjen Budi Gunawan di PN Jakarta Selatan.
Anggota Komisi III DPR RI dari Partai Nasdem T Taufiqulhadi memprediksi pasca putusan MK itu akan banyak tersangka yang mengajukan gugatan praperadilan.
"Dapat saya bayangkan nanti akan ada ribuan kasus yang masih dalam proses penyidikan dan belum dilimpahkan ke pengadilan akan diajukan praperadilan," kata Taufiqulhadi kepada TeropongSenayan di Jakarta, Kamis (30/4/2015).
Taufiqulhadi juga memperkirakan banyaknya tersangka yang mengajukan gugatan praperadilan akan ada sejumlah hakim yang mengabulkan gugatan praperadilan itu seperti yang dilakukan Sarpin, hakim tunggal di PN Jakarta Selatan yang memutus gugatan Komjen Budi Gunawan.
"Nanti akan muncul Sarpin-Sarpin baru yang menghebohkan dunia peradilan," tegasnya.
Mengantisipasi hal tersebut, ia meminta DPR segera melakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi acuan KUHAP ini mengatur prosedur acara pidana di pengadilan.
"Pasca putusan MK, prosedur acara pidana berpotensi menimbulkan hiruk-pikuk dan kebingungan hakim dalam memutuskan perkara praperadilan. Inilah yang harus kita antisipasi," ucap dia.
Ia pun berharap revisi KUHAP dapat mempertegas batasan objek praperadilan. Jadi, lanjutnya, tidak serta merta seluruh proses penyidikan dapat dipraperadilankan.
"Tidak boleh terjadi multi tafsir terhadap pasal 77 ini," terang Taufiqulhadi.
Mahkamah Konstitusi, diketahui, mengabulkan sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 77 huruf a. Gugatan ini diajukan terpidana kasus korupsi bioremediasi fiktif PT. Chevron Pasific Indonesia Bachtiar Abdul Fatah.
Putusan tersebut menegaskan ketentuan praperadilan yang tertuang dalam Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan konstitusi. Mahkamah berpendapat, KUHAP tidak memiliki check and balance system atas tindakan penetapan tersangka oleh penyidik karena tidak adanya mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti.(yn)