JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Ahli Hukum Administrasi Negara, Zainal Arifin Hossein, menilai, putusan yang diambil Mahkamah Partai Golkar (MPG) dalam sengketa kepengurusan Partai Golkar bukan sebuah putusan.
"Itu keterangan atau pendapat dari empat hakim MPG yang masing-masing memiliki pandangan sendiri," katanya saat memberukan keterangan sebagai ahli dari kubu Aburizal Bakrie dalam sidang lanjuta di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Senin (04/05/2015).
Menurutnya, setelah dibaca, dalam putusan tersebut terdapat frasa mengabulkan sebagian gugatan permohonan yang diajukan kubu Agung Laksono. "Tapi itu putusan yang menurut saya tidak memberikan putusan apa-apa. Kecuali hanya mengabulkan sebagian permohonan," kata Zainal.
Mantan panitera Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, sebuah putusan dapat disebut putusan apabila di dalam amar putusannya terdapat frasa dua yang menjelaskan perintah untuk melaksanakan hal itu.
"Dua frasa di dalam sebuah putusan, yakni mengabulkan atau menolak gugatan putusan. Itu harus dijelaskan di dalam amar," tegasnya.
Menurutnya, kalau dianggap mengabulkan sebagian itu adalah pendapat dua hakim Djasri Marin dan Andi Mattalatta. Sementara dua hakim lainnya menyatakan pendapat yang berbeda.
Dikatakan, ada ketidak laziman dari putusan yang dibuat MPG. Sebab, putusan dari empat hakim tidak singkron sehingga tidak ada putusan yang jelas, kecuali hanya sebuah pendapat. “Jadi, amar putusan itu berupa perintah. Makanya saya bilang tidak lazim,” ungkapnya.
Zainal mengatakan, MPG sesungguhnya tidak bisa memutuskan kubu manapun. Karena mereka (empat hakim MPG) tidak ada kesatuan pendapat.
“Artinya, amar tersebut menggambarkan ketidak mampuan hakim MPG dalam memutuskan,” katanya.
Sebelumnya, dalam sidang Mahkamah Partai Golkar, empat hakim mahkamah memiliki pendapat berbeda atas sengketa kepengurusan partai berlambang beringin itu. Dua anggota Mahkamah Partai Golkar, yakni Muladi dan HAS Natabaya berbeda pendapat dengan Djasri Marin dan Andi Matalatta.(ss)