JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Selatan terkait kasus yang menjeratnya.
Gugatan tersebut dilayangkan lantaran Novel menganggap penangkapan dirinya tidak sesuai prosedur.
Menurut anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani, upaya yang dilakukan Novel Baswedan merupakan langkah tepat.
"Saya kira pilihan Novel untuk mempersoalkan semua proses hukum yang dialaminya (penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan dan penyitaan, red) adalah hal yang bagus untuk menguji keabsahan tindakan-tindakan penyidik Bareskrim Polri," kata Arsul kepada TeropongSenayan, Selasa (5/5/2015).
Arsul menjelaskan, masyarakat hanya mengetahui duduk persoalan kasus Novel hanya melalui informasi yang disuguhkan media saja.
"Yang sudah tentu kalau hanya di media maka tidak akan jelas secara hukum, bukan saja duduk perkara yang sebenarnya, tapi juga benar-tidaknya proses hukum yang telah dilakukan," tandas dia.
Saat ditanya apakah motivasi Novel Baswedan ajukan gugatan praperadilan karena adanya ketidaktransparanan Polri, Arsul menepisnya.
"Bukan persoalan transparan atau tidak, karena di KPK atau Kejaksaan juga detail penyelidikan atau penyidikan juga tidak dibuka. Persoalannya ada pihak yang merasa dirugikan kemudian jadi perhatian luas publik, maka penyelesaiannya sudah tepat via pra peradilan, bukan jadi diskursus publik," ujarnya.
Seperti diketahui Novel ditangkap di rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta, pada Kamis (30/4/2015) dini hari. Penangkapan itu dilakukan tim gabungan dari Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya lantaran Novel disebut telah dua kali mengkir dalam pemeriksaan terkait kasus yang menjeratnya. Namun, ia dilepaskan karena pimpinan KPK menjamin Novel tidak akan melarikan diri.
Novel dijadikan tersangka pada 1 Oktober 2012 oleh Polres Bengkulu pasca ia memimpin penggeledahan Gedung Korps Lalu Lintas Polri yang diikuti penerbitan surat panggilan terhadap terdakwa pencucian uang sekaligus korupsi simulator SIM, Irjen Djoko Susilo. Saat itu Djoko menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri.
Polres Bengkulu menduga Novel telah menganiaya seorang pencuri sarang burung walet hingga tewas pada 2004, saat ia menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu.(yn)