JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Terbongkarnya jaringan prostitusi online semakin membuktikan bahwa Indonesia sudah termasuk ke dalam darurat seks bebas dan prostitusi. Sayangnya, dalam aturan hukum yang ada, termasuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tidak ada satu pasal pun yang bisa menghukum para pelaku Pekerja Seks Komersial (PSK) atau pelacur dan para pelanggannya.
"Pada delik-delik kesusilaan dalam KUHP seperti pada Pasal 281 sampai Pasal 303, khususnya Pasal 296 dan Pasal 506 tidak ditunjukan untuk PSK. Pasal-pasal tersebut lebih ditujukan kepada pemilik rumah-rumah bordil yaitu para germo/mucikari dan para calo. Para germo dan calo dapat dihukum pidana bila karena perbuatan mereka sudah memenuh unsur-unsur Pasal 296," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al Habsiy kepada TeropongSenayan via Bbm di Jakarta, Senin (11/5/2015).
Menurut Aboe, ketiadaan dasar hukum inilah yang menyulitkan aparat penegak hukum menjerat para pelacur dan pelanggannya.
"Ini adalah sebuah tantangan untuk kita. Mungkin akan kita usulkan dalam perubahan RUU KUHP agar ke depannya para pelacur, termasuk prostitusi online dan para pelanggannya bisa ditindak dengan aturan pidana," kata Anggota Komisi III DPR RI ini.
Menurutnya, aturan hukum itu sangat penting karena praktik prostitusi merupakan ancaman nyata terhadap moralitas bangsa. Bahkan ancaman penyebaran penyakit HIV/AIDS pun semakin mengkhawatirkan.
"Ini (prostitusi online) baru satu jaringan saja yang terungkap, belum lagi snow ball effect-nya. Moralitas bangsa ini semakin terancam, apalagi bila ini dilakukan oleh oknum artis," kata Aboe. (al)