Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Kamis, 19 Sep 2019 - 14:44:56 WIB
Bagikan Berita ini :

RUU Pemasyarakatan Lemahkan KPK?

tscom_news_photo_1568879096.jpeg
RUU (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menepis anggapan rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemasyarakatan bakal melonggarkan syarat remisi atau pemotongan hukuman bagi narapidana. Termasuk, bagi pelaku kejahatan luar biasa seperti terorisme, korupsi, dan kejahatan HAM berat.

Arsul menjelaskan UU Pemasyarakatan dibuat dalam rangka desain penataan kembali integrated criminal justice sistem Indonesia. Regulasi ini juga dicanangkan menjadi sistem peradilan pidana terpadu kita ke depan.

"Sistem peradilan pidana terpadu ke depan seperti apa? kelembagaan itu masing-masing tugas pokok dan fungsinya konsisten harus ada dalam kotaknya masing-masing," kata Arsul di Komoleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, (19/9/2019).

Arsul mengatakan esensi lembaga pemasyarakatan yakni membina narapidana. Ia menyebut RUU Pemasyarakatan yang sedang dirancang guna meminimalisasi adanya diskriminasi.

Ia mencontohkan terpidana kasus korupsi. RUU Pemasyarakatan mengatur manakala seorang terpidana korupsi sudah menjalankan semua kewajibannya seperti berkelakuan baik, membayar denda, dan lain-lain, maka dia juga berhak mengajukan remisi.

Permasalahannya, dalam aturan sebelumnya terpidana korupsi itu harus persetujuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sementara, Lembaga Antirasuah tidak mau memberikan.

"Di sisi lain ketika perkara dari Polri dapat (remisi) dari Kejaksaan Agung dapat. Kemudian ini menimbulkan diskriminasi situasi seperti ini," tegasnya.

Menurut Arsul, diskriminasi ini tak boleh terjadi ini tidak boleh terjadi. Sebab, si terpidana sudah sama-sama memenuhi kewajibannya. Dalam UU Pemasyarakatan, lanjut dia, diatur kalau narapidana berhak mendapatkan hak-haknya kecuali dicabut hakim melalui putusan pengadilan.

"Kalau seperti itu pelemahannya di mana. Jangan segala sesuatu yang kalau kemudian dikaitkan dengan KPK dianggap pelemahan. padahal di sisi lain ada problem di situ," ujarnya.

DPR dan pemerintah menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Salah satu yang disoroti dari revisi ini yaitu pemberian syarat remisi atau pemotongan masa hukuman bagi pelaku kejahatan luar biasa seperti terorisme, korupsi, dan kejahatan HAM berat.

Bila RUU ini disahkan, pembebasan bersyarat dan remisi terhadap pelaku kejahatan luar biasa tidak lagi merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012. Pasal 43A PP Nomor 99 Tahun 2012 sebelumnya mengatur seorang narapidana bisa mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat apabila memenuhi sejumlah persyaratan.

Misalnya, bersedia menjadi justice collaborator, menjalani hukuman dua pertiga masa pidana, menjalani asimilasi setengah dari masa pidana yang dijalani, serta menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan. (ahm)

tag: #ketua-kpk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement