JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pakar Hukum Tata Negara Prof Juanda mengatakan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dikenal istilah oposisi. Yang ada adalah fungsi oposisi, sebagai kelompok penyeimbang pemerintah.
Fungsi itu dilakukan oleh partai di luar penguasa, beserta civil society.
“Ada gejala, kelompok penyeimbang ini akan semakin kecil setelah beberapa partai Koalisi Adil Makmur menyeberang. Kondisi seperti ini sebenarnya patut disayangkan, karena kekuasaan yang menumpuk dalam satu tangan namanya tirani," kata Prof Juanda di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Kalau benar kelompok penyeimbang hanya dilakukan PKS dan Gerindra, atau sebesar 22 persen, menurut Juanda, akan kurang efektif. Sebab, jumlah kelompok pendukung pemerintah sangat besar mencapai 78 persen. Karena itu, Juanda berharap partai-partai yang mendukung Prabowo-Sandi tetap pada posisinya sebagai penyeimbang pemerintah.
“Ini memperlihatkan kondisi demokrasi yang tidak sehat, sekaligus menunjukkan bahwa elite politik belum menunjukkan sikap konsisten dalam mengambil pilihan politik," kata dia.
Padahal, kata dia, kalau partai yang tergabung dalam Koalisi Adil Makmur eksis seperti dukungannya pada pemilu, hal itu akan menyehatkan demokrasi.
"Tetapi, kalau oposisi hanya diisi oleh PKS, itu akan menjadi modal sosial yang besar bagi PKS pada pemilu 2024," kata Juanda.(plt)