JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Peneliti Politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah menilai kegagalan tim satgas bentukan Polri dalam mengungkap pelaku penyerangan Novel Baswedan sangat tidak masuk akal.
Menurut Dedi, kasus Novel sederhana, sementara tim satgas telah memeriksa banyak materi dan saksi, tetapi tetap tidak ada hasil meski sudah enam bulan investigasi.
"Sulit dipercaya jika benar laporan tim satgas Polri telah memeriksa alat bukti dengan detail 74 saksi, 40 di antaranya bahkan telah diperiksa ulang, 38 rekaman CCTV, juga laporan tersebut dibantu oleh Australian Federal Police, dan 114 toko bahan kimia diperiksa, lalu tidak menyimpulkan titik temu," kata Dedi, kepada TeropongSenayan, di Jakarta, pada Sabtu (20/07/2019).
"Tentu ini kontradiktif antara hasil investigasi dengan kesimpulan, padahal penanggung jawab tim langsung oleh Kapolri," imbuh Dedi geram.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) mengatakan, bahwa kegagalan ini sudah cukup bagi Presiden untuk turun langsung menyelesaikan kasus yang berlarut. Intervensi presiden diperlukan sebagai bentuk komitmen pemberantasan korupsi.
"Kondisi ini bukan semata soal Novel, tapi lebih pada institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), secara psikologis kasus ini mengancam keamanan pekerja KPK lainnya, itulah kenapa Presiden layak ikut intervensi," ucap Dedi.
Tak hanya itu, Dedi pun menyinggung kinerja kepolisian terkait kasus Novel ini sangat mengkhawatirkan, terlebih dalam proses seleksi Calon Pimpinan (Capim) KPK, ada banyak nama berasal dari institusi tersebut.
"Bisa dibayangkan kapasitas kinerja mereka, jika kasus Novel tidak selesai, bagaimana hendak tangani kasus yang libatkan kerumitan lebih, korupsi hari ini jauh kebih rumit dibanding hanya soal kriminal penganiayaan Novel, dan sebagian mereka sedang ikut seleksi capim KPK, mengkhawatirkan," ungkapnya. (Bara)