JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif bersuara keras atas sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meneken dan mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR untuk membahas revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Ia menuding DPR dan pemerintah telah berkonspirasi melucuti kewenangan yang dimiliki lembaga antikorupsi. Hal ini lantaran, KPK sebagai pelaksana UU tidak diajak konsultasi atau setidaknya diberitahu pasal mana saja yang akan diubah.
"Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia, di mana DPR dan pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi atau sekurang-kurangnya memberitahu lembaga tertebut tentang hal-hal apa yang akan direvisi dari undang-undang mereka. Ini jelas bukan adab yang baik," kata Syarif saat dihubungi, Kamis (12/9/2019).
KPK menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang seakan menyembunyikan sesuatu terkait revisi UU KPK ini. Tidak ada sedikitpun transparansi dari DPR dan Pemerintah mengenai RUU tersebut.
Dirinya pun kwahtiar operasi senyap yang dilakukan DPR dan pemerintah ini akan terjadi bila menyangkut revisi UU yang terkait lembaga lain seperti kepolisian atau kejaksaan.
"Sebagai ilustrasi, mungkinkah DPR dan pemerintah akan melakukan hal seperti ini pada lembaga lain, seperti kepolisian atau kejaksaan atau lembaga-lembaga lain?" tegasnya.
Syarif menegaskan, pimpinan KPK akan meminta bertemu dengan pemerintah dan DPR terkait RUU ini. Pertemuan ini dinilai penting untuk poin-poin yang bakal diubah atau ditambahkan.
"Pimpinan KPK akan minta bertemu dgn Pemerintah dan DPR karena kami tidak mengetahui pasal-pasal mana saja yang akan direvisi," pungkasnya. (ahm)