JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tak mau disebut kecolongan terkait insidenteror penusukan terhadap mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto di Alun-alun Menes, Pandeglang, Kamis (10/10/2019) lalu.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, Kamis (21/11/2019), Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Irjen Budiono Sandi mengatakan, pihaknya sudah memberikan informasi kepada Detasemen Khusus 88 Anti Teror terkait adanya potensi serangan terorisme.
"BNPT sudah beri masukan, kami input pada Polri khususnya Densus 88 baik berupa informasi intelijen dan lainnya mengenai jaringan teroris yang ada di Pandeglang yang berpotensi melakukan serangan terorsime," kata Budiono di ruang rapat Komisi III, Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
BNPT, kata dia, sudah memberikan informasi, namun terkait penindakannya kata Budiono sudah menjadi kewenangam Densus 88, yang memang memiliki mekanisme sendiri dalam melakukan penindakan.
"Sehingga kewenangan melakukan penindakan ada pada Densus," ungkapnya.
Sontak, merespon hal ini, Anggota Komisi III DPR RI Marianus Gea mengaku heran kenapa informasi ini tidak ditindaklanjuti oleh Densus 88 maupun Polda Banten.
Politikus PDIP ini pun curiga adanya informasi yang putus di tengah jalan sehingga bisa terjadi aksi penusukan terhadap Wiranto.
Kepala BNPT Suhardi Alius menjawab bila lembagnya telah berkontribusi aktif dalam mencegah terjadinya aksi terorisme, salah satunya dalam memberikan informasi adanya potensi serangan terorisme.
Salah satu upaya yang telah dilakukan BNPT adalah memblokir komunikasi aplikasi pesan Telegram yang digunakan para pelaku.
"Artinya kita aktif, kemudian kita sampaikan kepada yang punya kewenangan, tapi akun-akun itu sebenarnya kami monitor," jelas Suhardi. (Alf)