JAKARTA- (TEROPONGSENAYAN) - Kasus penangkapan Ravio Patra bisa menjadi pembelajaran bagi aparat kepolisian. Demikian dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD. "Pelajaran yang kedua tentu kepada aparat, tetapi kita tentu akan menahan diri juga. Kalau tidak ada bukti yang kuat, ya, anggap saja itu sebagai kritik," kata Mahfud melalui video press conference di Jakarta, Sabtu.
Mahfud minta kasus tersebut menjadi pelajaran bagi aparat kepolisian agar lebih menahan diri untuk tidak menangkap seseorang sampai ada bukti yang kuat.
Mengenai aktivis Ravio Patra yang sempat ditangkap karena dugaan menyebarkan pesan berisi hasutan dan ujaran kebencian, kemudian dibebaskan, Mahfud menilai sebagai bentuk kehati-hatian aparat kepolisian.
"Saya kira kami pemerintah itu juga sadar bahwa demokrasi itu meniscayakan adanya kritik. Kritik itu tidak dibunuh, tetapi di antara gelombang kritik itu tidak dapat dipungkiri ada orang yang memang mau merusak, tidak pernah mau membuat penilaian yang objektif," katanya.
Mahfud mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga Indonesia dengan menjadikan kasus tersebut sebagai pelajaran, termasuk bagi masyarakat untuk berhati-hati menjaga keamanan akun atau telepon selulernya.
"Kita sama-sama harus menjaga negara ini. Saya sama sekali tidak menyalahkan masyarakat sipil yang kemudian membela ramai-ramai Mas Ravio. Itu kita saling berhati-hati untuk aparat dan masyarakat sipil. Mari kerja sama untuk negara ini," katanya.
Sebelumnya, aktivis Ravio Patra diamankan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Rabu (22/4) malam, lantaran diduga menyebarkan pesan berisi hasutan dan ujaran kebencian.
Akan tetapi, Ravio pada Rabu (22/4) siang telah melaporkan kepada SAFEnet bahwa ada pihak yang meretas akun aplikasi pesan instan WhatsApp miliknya.
"You"ve registered your number on another phone," ujar pesan yang muncul setelah Ravio mengaktifkan aplikasi WA-nya.
Meski telah melakukan pengamanan ganda dengan sidik jari maupun two way verification, akun Ravio ternyata diretas oleh pihak yang tidak diketahui identitasnya itu.
Usai peretasan itu, Ravio mengumumkan secara terbuka melalui akun @raviopatra di Twitter bahwa WhatsApp miliknya diretas dan dikendalikan oleh orang lain.
Ia meminta agar tidak ada yang mengontak WA-nya, tidak menanggapi pesan yang datang dari nomornya, dan meminta agar akunnya dikeluarkan dari berbagai WhatsApp Group.
Anggota tim advokasi Amnesty International Indonesia, Aldo Kaligis, menilai penangkapan terhadap aktivis Ravio Patra menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum. Polisi, kata dia, seharusnya bisa lebih jeli dalam menangkap seseorang.
“Ini adalah preseden buruk penegakan hukum. Polisi seharusnya lebih jeli dalam melihat suatu kejadian dan dapat membedakan mana korban mana pelaku, serta tidak begitu saja melakukan penangkapan,” kata Aldo melalui keterangan tertulis, Kamis (23/4/2020).