JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi Hukum (Komisi III) DPR RI, Arsul Sani, mengatakan pihaknya setuju Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pidana mati bagi pelaku yang melakukan korupsi anggaran penanggulangan wabah Covid-19 dan stimulus ekonomi bagi mereka yang terkena dampaknya.
Namun, ia menerangkan, tuntutan tersebut tetap harus mempertimbangkan jumlah dana yang dikorupsi. Selain itu, pidana mati hanya ditujukan bagi pelaku yang masuk dalam lingkaranmedeplegenatau para pelaku turut serta yang terlibat dalam tindak pidana.
"Tentu dalam penuntutan pidana mati ini nanti dilihat kasus per kasusnya, terutama untuk jumlah korupsi yang besar, terus tuntutan pidana matinya terhadap mereka yang berkategori sebagaipleger(pelaku), yang menyuruh melakukan, sampai dengan orang yang berstatus turut serta melakukan (mede pleger)," kata Arsul saat dikonfirmasi, Kamis (30/4/2020).
TEROPONG JUGA:
>Ngeri! KPK Akan Hukum Mati Pejabat yang Korupsi Dana Bencana Covid-19
>KPK Akan Dalami Dugaan Korupsi dalam Penunjukan 8 Platfrom Program Kartu Pra Kerja
Kendati komisinya setuju dengan pidana mati, politikus Partai Persatuan Pembangunan ini mengingatkan KPK agar dalam proses hukumnya harus sesuai dengandue process of lawatau prinsip-prinsip penegakan hukum yang berkeadilan dan tidak melanggar hak-hak tersangka serta tidak melakukan "festivalisasi" kasus korupsi.
Ia juga mengungkapkan pidana serupa dapat diterapkan pada kasus korupsi untuk bencana lain. Bagaimana pun, kata Arsul, DPR mendukung ketentuan yang hendak KPK tempuh selama kasus korupsi yang ditangani jelas kriterianya berdasarkan gradasi. Terlebih, dana yang "dirampok" berhubungan langsung dengan kepentingan publik.
"Pasal 2 UU Tipikor memang mencakup semua bencana: alam dan non alam seperti pandemi Covid-19. Jadi sepakat saja. Yang penting proporsional kasus korupsinya untuk dituntut pidana mati. Bukan korupsi kelas teri," tandas Arsul.
Anggota Komisi III Fraksi partai Nasional Demokrat (NasDem), Eva Yuliana, menambahkan menyatakan hal yang senada. Menurutnya, karena korupsi masuk dalam kejahatan luar biasa, tindakan menilap uang untuk penanggulangan bencana merupakan kejahatan yang merenggut hak asasi manusia (HAM).
Alasannya, kerena perbuatan tersebut memiliki dampak yang luas serta bersifat sistematis. Buntutnya, masyarakat yang tidak menikmati malah ikut menanggung derita.
"Tindakan korupsi dari dana bencana adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir sama sekali, juga supaya membuat efek jera sekaligus peringatan keras bagi pengguna anggaran Covid-19," Kata Eva.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan ancaman pidana mati dapat dikenakan bagi pelaku tindak pidana korupsi dana bencana, termasuk Covid-19. Hal ini ia disampaikan saat rapat dengar pendapat bersama (RDP) dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (29/4).
Agenda rapat yaitu membahas langkah KPK terhadap pengawasan anggaran penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah.
"Bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana tidak ada pilihan lain, yaitu menegakkan hukum tuntutan pidana mati," kata Firli. (Allan)