JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Belum lama ini Perdana Menteri Bejamin Netanyahu memimpin Israel kembali. Tapi kali ini ia harus membagi kekuasaan dengan Benny Gantz lewat pemerintahan koalisi.
Namun tak sampai sebulan merasakan kepemimpinannya, ia diguncang isu korupsi. Menurut reuters.com (3/5/2020), Netanyahu diduga bersalah menerima hadiah senilai US$ 264.000 dari seorang pengusaha, yang menurut jaksa termasuk cerutu dan sampanye.
Sebagai imbalannya, Netanyahu bersedia membuat peraturan dan memudahkan peliputan dari seorang pengusaha untuk meningkatkan polularitas situs berita dan surat kabar terlaris di Israel.
Dugaan itu sampai ke tangan Mahkamah Agung Israel. Mahkamah tertinggi itu akan memulai sidang dua hari, yang dimulai pada hari Minggu ini untuk menentukan apakah Benjamin Netanyahu, yang telah didakwa melakukan korupsi, akan diizinkan untuk membentuk pemerintahan baru.
Atas dugaan tersebut, partai-partai oposisi dan pengawas demokrasi, telah mengajukan petisi ke peradilan tertinggi negara itu untuk membatalkan perjanjian pembagian kekuasaan dengan Gantz dan melarang Netanyahu memimpin pemerintahan, dengan menyebutkan proses pidana terhadapnya.
Menanggapi petisi, Jaksa Agung Israel Avichai Mandelblit mengatakan tidak ada dasar hukum yang cukup untuk mendiskualifikasi Netanyahu.
Karena partai Likud yang dipimpin Netanyahu meraih suara tidak mayoritas, maka ia harus bersedia membagi pemerintahan dengan Gantz. Untuk 1,5 tahun pertama Netanyahu mendapat giliran memimpin. Sisanya diserahkan kepada Gantz.
Netanyahu, perdana menteri terlama Israel, didakwa pada Januari 2020 atas tuduhan suap, penipuan dan pelanggaran kepercayaan dari rakyat. Namun ia membantah melakukan kesalahan dalam ketiga kasus. Ia berdalih bahwa dirinya korban persaingan politik.
Netanyahu akan menjalani persidangan pada 24 Mei mendatang. Menurut konstitusi Israel, seorang perdana menteri yang tengah diadili tidak berkewajiban untuk mengundurkan diri sampai hukuman berakhir.