JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menolak undangan rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Pernyataan ini disampaikan Walhi dalam surat terbuka kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR menyusul undangan yang dikirimkan oleh Panitia Kerja (Panja) Pembahasan RUU tentang Cipta Kerja DPR.
"Kami menyatakan untuk menolak hadir memenuhi undangan tersebut," kata Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati, dalam surat terbukanya, Rabu, 10 Juni 2020.
TEROPONG JUGA:
> RUU Cipta Kerja Wariskan Masalah Sampai Anak Cucu
Menurut Hidayati, RUU Cipta Kerja tidak mempunyai urgensi dan semangat melindungi kepentingan lingkungan hidup.
Berdasarkan kajian yang lakukan lembaganya, RUU Cipta Kerja justru memuat semangat melindungi investasi dengan menghapus beberapa ketentuan krusial dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Selain itu, ia melanjutkan, RUU Cipta Kerja sama sekali tidak ditujukan untuk melindungi kepentingan rakyat.
Malah, kata dia, muatan RUU Cipta Kerja menghapus ruang partisipasi dan meminimkan perlidungan hak dasar warga negara.
"Kami berpandangan muatan RUU Cipta Kerja akan meningkatkan laju kerusakan lingkungan hidup, melanggengkan kondisi krisis dan menaruh rakyat di bawah ancaman bencana," tegasnya.
Walhi juga berpandangan RUU Cipta Kerja memuat substansi yang tidak berpihak pada lingkungan hidup dan kepentingan rakyat.
Dalam tahapannya, RUU Cipta Kerja disusun melalui proses yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jo. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang 12 Nomor Tahun 2011.
Atas dasar itu, Walhi menyatakan pembahasan RUU Cipta Kerja tidak mempunyai urgensi dan tidak relevan untuk terus dilanjutkan.
Hidayati pun mendesak DPR agar menghentikan seluruh proses yang sedang berlangsung dalam pembahasan RUU Cipta Kerja.
"Berharap DPR kembali kepada khitahnya sebagai lembaga perwakilan rakyat, bukan representasi kepentingan bisnis industri ekstraktif yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan lingkungan hidup," pungkas Hidayati.