JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Kelonggaran maskapai untuk mengangkut penumpang hingga menjadi 70 persen dari kapasitas kursi akan menguntungkan dunia penerbangan. Pendapatan akan membesar dan mencegah kenaikan tarif. “Maskapai ada ruang untuk bernapas dan tidak perlu menaikkan harga tiket,” kata Analis Kebijakan dan Komunikasi Industri Penerbangan, Kleopas Danang Bintoroyakti, di Jakarta, Rabu (10/6).
Danang menjelaskan “break even load factor” (BLF) maskapai ada di 70 persen, sehingga ketika dibatasi hanya 50 persen, margin keuntungan semakin menipis.
Sementara itu, rata-rata margin keuntungan maskapai di Asia Pasifik itu antara dua hingga tiga persen.
Pandemi COVID-19 sangat memberatkan. Maskapai yang tidak menaikkan harga akan berat. "Kalau harga tiket naik apakah orang akan tetap mau terbang,” kata alumni ICAO Young Aviation Professional 2017 itu.
Di sisi lain, menurut Danang, dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, transportasi udara perannya sangat vital dalam berkontribusi ke perekonomian nasional.
Karena itu, kelonggaran aturan penerbangan yang baru diterbitkan Kemenhub dinilai solutif, terutama bagi penerbangan berbiaya hemat (LCC).
Keputusan Menteri Perhubungan
Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan pada tanggal 8 Juni 2020 dan Surat Edaran.
Selain itu, untuk mekanisme prosedurnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor : 13 Tahun 2020 tentang Operasional Transportasi Udara dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman dari Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Danang menilai aturan tersebut juga sejalan dengan aturan internasional yang diterbitkan oleh Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA).
“Jadi, yang paling penting itu bagaimana orang tidak takut terbang. IATA bilang menyarankan untuk ‘self-protection’ (perlindungan diri) bukan memangkas kapasitas jadi 50 persen itu mereka gak support. LCC itu hanya jual tiket, mereka andalkan ‘ancillary revenue’ (pendapatan tambahan),” katanya.
Kesehatan Utama
Sedangkan Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menyatakan aspek kesehatan seharusnya pemerintah yang menanggung, ‘rapid test’ gratis, penyediaan ‘hand sanitizer’, ‘face shield’, agar penumpang tidak lagi terbebani.
Djoko mengatakan selama ini operator transportasi juga dibebani dengan penambahan biaya untuk menjamin kesehatan calon penumpang, di sisi lain pemerintah juga tidak kunjung memberikan subsidi.
“Bus-bus di terminal itu disemprot disinfektan, seperti di Semarang, Dishub yang menyemprotkan, Kita ‘kan enggak tahu kapan operator melakukan itu atau tidak,” katanya.
Namun, Ia juga menekankan kepada masyarakat untuk patuh dan melaksanakan protokol kesehatan di masa normal baru ini.