TEROPONGSENAYAN -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mewanti-wanti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar tak gegabahmembahas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP. RUU yang pertama kali disepakati oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR masih butuh pengkajian lebih dalam guna menghindari akibat yang tidak diinginkan.
Anggota Fraksi PKS di DPR, Teddy Setiadi, menyebut RUU HIP membuka peluang terjadinya penyusupan ideologi terlarang yang selama ini diharamkan di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa ketentuan yang sejauh ini belum dimasukkan oleh DPR sebagai peneguh ideologi Pancasila terhadap ideologi lain.
Ia mengungkapkan fraksinya sejak awal sudah menyuarakan adanya celah yang menjadi karpet terselubung masuknya ideologi komunisme. Ketentuan yang dimaksud oleh Teddy tersebut adalah tidak dicantumkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme ke dalam konsideran (pertimbangan yang jadi dasar peraturan) RUU HIP.
Di samping tidak dimasukkannya TAP MPR tentang pelarangan ideologi komunis, Teddy juga mengungkapkan ada puluhan pasal lain tercantum dalam RUU HIP yang justru tidak memiliki nilai untuk memperteguh ideologi Pancasila.
"Ada 58 pasal dan delapan peraturan yang dijadikan konsideran. Fraksi PKS menilai peraturan yang dijadikan konsideran itu justru tidak berkaitan dengan Pancasila," kata Teddy dalam sebuah diskusi bertema "Final Penolakan Tokoh Jabar Terhadap RUU HIP" di Wisma Rinjani Bandung, Kamis, 11 Juni 2020.
Teddy menerangkan TAP MPRS yang ditandatangani mendiang Jendral Abdul Haris Nasution itu masih berlaku hingga saat ini. Penetapan peraturan MPR itu menyiratkan akan bahaya laten PKI dan ideologi komunis yang secara jelas menjadi ancaman bagi Pancasila.
Sebagai landasan hukum yang pertama kali mengharamkan ideologi Karl Marx tersebut, Teddy menuturkan, ketentuan itu tak boleh diabaikan. "Sehingga seharusnya dimasukkan ke dalam konsideran RUU HIP," katanya.
TEROPONG JUGA:
> Ambisi Penumpang Gelap dalam RUU Cipta Kerja
TAP MPRS XXV/1966 berkaitan erat dengan sejarah Pancasila dan rekam jejak Partai Komunis Indoensia (PKI) di era orde lama. Ajaran sosialis yang menyasar kaum buruh sebagai kaum yang mesti diperjuangkan ini kemudian disalahgunakan oleh kelompok tertentu di zamannya. Pemimpin dari partai ini adalah mendiang DN Aidit yang disebut-sebut menjadi otak pemberontakan pasukan komunis di Indonesia.
Kendati memang banyak sejarah yang mengulas tentang seluk beluk pemberontakan PKI di Indonesia, kenyataannya, kelompok partai berlogo palu arit ini telah divonis bersalah karena membunuh tujuh petinggi militer angkatan darat.
Akibat peristiwa yang mengenaskan itu, Indonesia pun mengenal hari dibantainya para jenderal tersebut sebagai hari G30S PKI dan esoknya, yakni 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
"PKI pernah ingin mengganti ideologi Pancasila namun gagal," ujar Teddy.
RUU HIP, lanjut Teddy, seharusnya bukan hanya tegas terhadap bahaya bangkitnya PKI dan ideologi komunisnya, tetapi juga harus mampu menegaskan posisi Pancasila terhadap sistem politik atau budaya dominan yang saat ini merajalela, sebut saja paham liberalisme, kapitalisme, sekularisme, hedonisme, dan konsumerisme yang umumnya dinilai datang dari negara-negara Barat.
Selain itu, RUU HIP juga harus menjadi senjata pamungkas terhadap praktik gerakan-gerakan intoleran yang bisa membahayakan persatuan bangsa, seperti terorisme, separatisme, dan isme lainnya yang merusak perikehidupan bangsa dan negara.
"Ketika bicara Haluan Ideologi Pancasila, harus dibunyikan dengan tegas soal larangan PKI dan ideologi komunisnya di Indonesia." pungkas legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat I ini.