Oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan pada hari Jumat, 01 Okt 2021 - 07:58:43 WIB
Bagikan Berita ini :

Kita Bukan Bangsa Keledai

tscom_news_photo_1633049923.jpg
Rizal Fadillah (Sumber foto : Ist)

Keledai (donkey, himar) digambarkan sebagai hewan yang bodoh tapi keras kepala. Kebodohan keledai diungkap oleh penulis Yunani Homer dan Aesop. Untuk bergerak dengan beban berat, keledai dipasangi wortel depan mulutnya. Dibohongi oleh majikannya. Pepatah untuk kebodohannya adalah "a donkey fall in the same hole twice".

Bangsa Indonesia telah mengalami pengalaman pemberontakan dan pengkhianatan PKI dua kali yaitu pada September 1948 dan September 1965. Keduanya berdarah dan biadab. Korban adalah santri ulama dan tentara. PKI senantiasa mencari celah atas kelengahan pemimpin bangsa. Istana yang dapat dipengaruhi dan ditunggangi.

Kini geliat terasa kembali meski PKI telah dibubarkan dan dilarang. Mereka sendiri menyatakan bergerak tanpa bentuk. Artinya penggalangan melalui penyusupan di organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, birokrasi, istana, maupun TNI-Polri. Para taipan yang menjadi bagian dari oligarki patut untuk diwaspadai.

Akankah bangsa ini mengalami kembali bencana politik untuk yang ketiga kalinya akibat gerak dan aksi kaum Komunis yang abai diwaspadai ? Mungkin saja jika memang antisipasi elemen bangsa ini lemah.

Agar tidak menjadi bangsa keledai yang bukan saja dua kali tetapi berulang kali terperosok dalam lubang yang sama, maka

perlu upaya antara lain :

Pertama, pemahaman sejarah yang harus terus diperkuat terutama untuk generasi muda yang sama sekali tidak mengalami peristiwa kejahatan dan penghianatan PKI. Tayangan film Pengkhianatan G 30 S PKI itu penting dan konstruktif. Tidak terpengaruh oleh pandangan kaum reaksioner seperti Ilham Aidit (Putera DN Aidit), Effendi Simbolon (kader PDIP) atau Hilmar Farid (Direktur Kebudayaan Kemendikbud Ristek) yang menyerang tayangan dan yang menyatakan Hari Kesaktian Pancasila tidak relevan. Ada juga Iman Brotoseno (Direktur Utama TVRI) yang membela Gerwani.

Kedua, pertahankan dan jalankan Ketetapan MPRS No XXV/MPRS/1966 yang melarang PKI dan penyebaran paham Marxisme/Leninisme dan Komunisme. Ketetapan ini menegaskan bahwa tidak ada hak hidup untuk PKI dan Komunisme. Kemudian tegakkan UU No 27 tahun 1999 yang memberi sanksi 12 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun bagi penyebar paham Marxisme/Leninisme dan Komunisme. Perbesaran ancaman jika mengakibatkan kerusuhan dan dalam rangka mengganti ideologi negara. Kerjasama dengan organisasi dan partai berhaluan Komunis juga dilarang.

Ketiga, mengingat PKI dan Komunisme bergerak dan disebarkan diam-diam, maka antisipasi masyarakat, khususnya umat Islam harus dilakukan dengan lebih gesit dan strategis. Front-front anti komunis harus dibangun kembali, laskar dan brigade keumatan turut membantu aparat untuk mengamankan target-target klasik PKI dan gerakan komunisme seperti ulama, tokoh masyarakat, dan tempat-tempat ibadah. Mewaspadai adu domba dan pengembangan mistisisme, faham sesat, serta kemaksiatan lainnya.

Jangan biarkan PKI dan Komunisme memanfaatkan keakraban Pemerintah dengan Negara RRC, menggencarkan tuduhan kepada umat beragama sebagai radikal, intoleran, dan anti-kebhinekaan, serta menunggangi program moderasi beragama demi penipisan keyakinan keagamaan.

Bangsa indonesia sudah terperosok dua kali dan tidak boleh untuk ketiga kalinya. Kita ini bukan bangsa keledai. Sejarah itu penting. George Santayana filsuf Spanyol-Amerika menyatakan "mereka yang tidak mengambil hikmah sejarah, ditakdirkan untuk mengulanginya".

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda "seorang mukmin tidak masuk ke dalam lubang yang sama dua kali" (HR Bukhari).

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #komunisme  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...