JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Ekonom Indef Dradjad H Wibowo menyatakan edukasi publik menjadi salah satu kunci penting untuk membantu ekonomi pulih lebih cepat. Ia tidak setuju anggaran besar justru dipakai untuk menjalankan program Kartu Prakerja.
"Daripada uang dihambur-hamburkan untuk Prakerja, uangnya digunakan untuk edukasi publik melalui TV, Youtube, media. Efeknya bagus, di satu sisi membantu media, di sisi lain masyarakat akan bisa mengerti tentang Covid-19 ini," kata Dradjad dalam konferensi video, Jumat (19/6/2020).
Dradjad menilai, saat ini masyarakat justru banyak belajar dari informasi yang diterima melalui pesan daring (WhatsApp).
Ia memberi contoh di Singapura, masyarakat diajari dari hal-hal terkecil dan sering ditemui, seperti cara mengurangi risiko Covid-19 saat membeli makanan, menggunakan masker yang benar, hal apa yang perlu dilakukan jika terpaksa membawa anak ke luar rumah, hal apa yang akan dilakukan ibu hamil jika terpaksa kontrol ke rumah sakit, dan sebagainya.
"Jadi public spending untuk edukasi itu dampak ekonominya ada, dan dampak kesehatannya bagus mengurangi yang terinfeksi. Bisa pakai animasi yang cantik. Kalau sekarang orang belajarnya dari informasi yang ggak karu-karuan di medsos," ujar Dradjad.
Menurut dia, pakar kesehatan mesti banyak hadir di muka publik, mulai dari menteri kesehatan hingga dokter-dokter yang ahli di bidangnya alih-alih tokoh dari kalangan elit politik yang bukan ilmunya.
"Poin saya adalah, yang banyak tampil di depan adalah mereka yang ada di kesehatan, menkes, dokter ahli, jangan lagi politisi, DPR, karena ilmunya yang sama-sama cekaknya,"
Temuan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati masalah dalam Program Kartu Prakerja ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri, surat itu dikirimkan pada 2 Juni 2020 kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
KPK menemukan fakta bahwa sebagian besar peserta yang diterima oleh program Prakerja ternyata bukan mereka yang disasar Kementerian Tenaga Kerja dan BP Jamsostek. KPK menyebut dari 1,7 juta pekerja dalam daftar Kementerian Tenaga Kerja dan BP Jamsostek, hanya sekitar 143 ribu orang yang diterima di program Prakerja. Sedangkan lebih dari 9 juta peserta yang diterima program Prakerja lainnya bukan yang disasar oleh program itu.
Pada tahap pendaftaran ini, KPK juga menemukan pemborosan, yaitu pengadaan fitur face recognition sebesar Rp 30 miliar.
Untuk aspek kemitraan, KPK menemukan bahwa penunjukan delapan mitra penyedia layanan pelatihan tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah. KPK juga menemukan adanya konflik kepentingan pada lima platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan.
Dari segi materi, KPK menilai hanya 24 persen dari total 1.895 pelatihan yang layak. Dari 1.895 pelatihan yang diadakan, hanya 13 persen yang dinilai layak dilakukan melalui metode daring.
KPK merekomendasikan agar penerimaan peserta Kartu Prakerja gelombang keempat dihentikan sementara untuk dievaluasi.