JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Data Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menyebutkan penggunaan internet pada masa pandemi Covid-19 ini meningkat hingga 443%. Namun sayangnya masih ada 12.548 desa yang belum bisa mengakses internet dengan baik.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengatakan, pada masa pandemi seperti sekarang ini akses internet jadi andalan semua kegiatan.
Tak dapat dipungkiri juga, lanjut dia, anggaran rumah tangga untuk internet sekarang bisa jadi sudah melebihi anggaran untuk makan dan transportasi.
"Para pekerja pun sebagian masih melakukan working from home (WFH) meski juga sudah mulai bertahap untuk working from office (WFO). Anak-anak sekolah juga masih belum boleh masuk sekolah secara fisik, sehingga harus belajar via online (SFH). Saya mendorong kepada pemerintah agar internet terjangkau dari segi harga dan cakupan wilayahnya,” tandas Politikus PKS itu dalam keterangan tertulis, Senin (22/06/2020).
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan, internet terjangkau dari segi harga maksudnya adalah adanya keberpihakan negara khususnya bagi masyarakat kecil, pengemudi ojek online, UMKM.
"Negara sebisa mungkin menggratiskan internet. Atau jika tidak bisa, setidaknya mengurangi biaya internet. Berilah subsidi internet utamanya kepada anak-anak sekolah, UMKM dan pengemudi ojek online. Negara perlu berpihak khususnya mereka agar meringankan pengeluaran internet ketika pendapatan sedang turun dan negara tidak bisa memberikan BLT kepada mereka."
Sukamta juga meminta pemerintah menjamin internet terjangkau dari segi cakupan wilayah sinyalnya agar daerah bisa akses internet.
"Sampai saat ini banyak daerah yang belum terjangkau internet. Ada siswa SMP yang harus jalan kaki 2,5 km supaya bisa dapat sinyal internet. Juga tidak boleh dilupakan internet untuk pesantren daerah terpencil. Semoga program seperti Palapa Ring bisa menjadi jawaban atas masalah ini," ungkapnya.
Saat ini, ungkapnya lagi, internet provider sudah lebih dari BEP (break even point) sehingga seharusnya bisa sharing beban.
"Mereka mengurangi keuntungannya dan pemerintah memberikan subsidi untuk internet ini," harapnya.
Pada sisi yang lain pemerintah juga perlu memperhatikan terkait keterjangkauan harga pulsa internet yang dirasakan masih mahal.
"(Bayangkan) berapa kuota yang habis untuk tayangan iklan? Begitu pula berapa banyak dana iklan yang disedot facebook dan platform lainnya dari Indonesia sementara mereka tidak membayar pajak?"
Untuk diketahui, kata dia, ada dua tipe iklan di facebook, kelas tertinggi ada 70 ribu pengiklan dari seluruh dunia yang membayar 5000 US dollar per hari, itu sama dengan Rp. 5250 T. Belum lagi iklan di bawahnya dari seluruh dunia.
"Kalau pengguna yang dari Indonesia saja misalkan ada 5%-nya, maka itu senilai Rp. 215 T. Sayangnya dengan simulasi penghasilan sebesar itu mereka tidak membayar pajak, sehingga secara nasional sebetulnya bangsa kita dirugikan, dan ini sangat kita rasakan ketika bangsa ini sedang butuh anggaran seperti dalam masa pandemi ini,” pungkas wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta itu.