Puluhan tahun sudah kita peringati dan rayakan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Dua kali setahun kita peringati Pancasila.
Khusus tentang Hari Kesaktian Pancasila. Tentu kita menghargai konteks peristiwa dan sejarah, mengapa tanggal tersebut dipilih. Meskipun kata 'sakti', bisa menjadi perdebatan karena kata tersebut mengandung makna yang sangat magis bahkan bila ditarik kedalam pemahaman agama hampir berkategori syirik, karena dalam pengertian agama (khususnya Islam) yang sakti itu cuma Allah SWT.
Dalam bahasa Indonesia kata sakti bisa bermakna sesuatu yg melampaui kodrat alam, mempunyai kekuatan gaib, bertuah mandraguna, kebal, keramat, dapat menolak guna-guna dll.
Dalam era dimana manusia makin rasional maka kata sakti bisa kehilangan makna substansinya bila realitasnya berbeda jauh dengan konteks kekinian dari apa yang dikaitkan dengan kata sakti tersebut.
Katakanlah Pancasila sebagai sesuatu karya pendiri bangsa yang dipandang sebagai dasar negara, ditafsirkan juga sebagai alat pemersatu, sebagai pilar bahkan sebagai ideologi negara telah dipandang sakti karena menurut interpretasi sejarah telah berkali-kali dirongrong namun tetap eksis seiring kokohnya eksistensi Republik Indonesia.
Itupun bisa diperdebatkan benarkah berbagai peristiwa yang pernah terjadi itu sebagai ujian sesungguhnya atas Pancasila? Atau hanya sekedar interpretasi rezim untuk mempertahankan legitimasi atas kekuasaan?.
Bagi kami sebenarnya Pancasila itu sakti bila kita mampu mewujudkan dalam realitas hidup kita berbangsa dan bernegara. Mampu kita jabarkan makna mendasarnya sehingga rakyat merasakan "secara fungsional" bahwa Pancasila itu hadir dan nyata dlm hidup dan kehidupan rakyat.
Tentu sederet pertanyaan bisa kita ajukan untuk "menguji" apakah Pancasila itu sakti dan nyata hadir dalam hidup dan kehidupan kita.
1. Apakah kita sungguh-sungguh ber-KETUHANAN YANG MAHA ESA, bila realitasnya pemimpin-pemimpin mayoritas korupsi sementara agama lebih terasa sebagai sumber konflik? Bila pemimpin banyak yang pembohong dan tidak jujur?.
2. Apakah kita benar ber-KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB bila tiap hari kita saksikan kebiadaban manusia Indonesia saling menghina, saling menipu, saling menindas, saling mendzalimi, saling perkosa, saling membunuh? Dan banyak pemimpin tutup mata atas realitas itu?.
3. Apakah kita ber-PERSATUAN INDONESIA bila tiap hari antara suku, antar ras, antar agama, antar daerah, antar angkatan, antar kampung dan lain-lain saling tidak peduli, saling curiga, saling menghina, saling serang? Dan pemimpin cuma berjuang selamatkan diri, selamatkan keluarga masing masing?.
4. Apakah kita ber-KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN, bila dalam prakteknya kita jual beli suara, suara rakyat menjadi suara konglomerat, aspirasi rakyat cuma menjadi aspirasi parpol, leader menjadi dealer negara?
5. Apakah kita ber-KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA, bila ratusan juta rakyat masih melarat sementara hanya puluhan manusia memiliki kekayaan ratusan trilyun. Kekayaan negeri cuma untuk memakmurkan segelintir antek dan memakmurkan negara lain?.
Deretan panjang pertanyaan bisa kita susun untuk menguji sejauh apakah realitas saktinya Pancasila.
Saya kira agenda besar kita tetap, adalah bagaimana mengimplementasikan Pancasila dalam sistem politik, sistem ekonomi, sistem hukum, sistem sosial, sistem budaya, hankam dan seterusnya itulah kunci untuk membuktikan apakah Pancasila itu sakti, agar kita tidak sekedar larut dalam seremoni rutin yang menjemukan. Dan itu utamanya tugas intelektual. Jangan mengagungkan ideologi lain yang sudah terbukti menyengsarakan rakyat, menurunkan martabat bangsa. MHT011013.(*)
TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #kesaktian pancasila #pancasila