JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --
Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Guspardi Gaus mendukung sikap organisasi NU, Muhammdiyah, dan PGRI yang mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang belakangan mendapat kecaman publik lantaran memberikan dana gajah kepada dua yayasan pendidikan.
Ia menduga ada yang tidak beres dalam proses rekruitmen penerima dana POP Kemendikbud tersebut. Sebab ada dua Yayasan yang terafiliasi dengan perusahaan besar lolos sebagai penerima dana POP ini. Selain masuknya dua yayasan yang terafiliasi ke perusahaan besar, banyak entitas baru di dunia pendidikan ikut lolos seleksi.
“Ini sepertinya tidak wajar, kenapa ada yayasan yang terafiliasi dengan perusahaan besar yang seharusnya memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan melalui dana CSR perusahaan justru ikut menerima dana hibah pendidikan ini,” ujar Guspardi dalam siaran pers kepada wartawan, Ahad, 26 Juli 2020.
“Kami meminta Kemendikbud untuk menunda pelaksanaan program dan melakukan penataan ulang serta mencari solusi dan skema terbaik dalam Program Organisasi Penggerak ini," tambahannya lagi.
Anggota Komisi II DPR ini menegaskan Kemendikbud tidak bisa "cuci tangan" dengan alasan mereka tidak terlibat secara langsung karena proses seleksi diserahkan kepada pihak ketiga sehingga mereka tidak bisa ikut campur.
Kemendikbud, lanjut Guspardi, seharusnya tetap menjadi poros utama dalam melakukan kontrol terhadap mekanisme seleksi, termasuk proses verifikasi di lapangan terhadap semua calon penerima dana hibah pendidikan ini.
Guspardi menuturkan, perlu ada kriteria dan pertimbangan khusus untuk ormas-ormas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan di Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari jaringan sekolah yang mereka miliki, jumlah pendidik yang terafiliasi, hingga komitmen memajukan pendidikan itu sendiri.
"Yang perlu di sadari bahwa POP ini adalah merupakan bagian dari upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemendikbud tidak bisa memandang remeh masalah ini. Pengunduran diri LP Ma’rif NU, Majelis Pendidikan Muhammadiyah dan PGRI dari POP harus disikapi secara serius dan tepat," jelasnya.
Dengan rekam jejak panjang di bidang pendidikan bahkan sejak sebelum kemerdekaan, pengunduran diri NU dan Muhammadiyah bisa diindikasikan adanya masalah dan ketidakberesan dalam rekruitmen program hibah dana pendidikan dari Kemendikbud tersebut.
“Ini bentuk ketidakfahaman dalam mengelola dana pendidikan, mestinya harus banyak belajar sejarah dan salah satu kriteria penting adalah organisasi tersebut merupakan penggerak kependidikan di Indonesia,” tegasnya.
Anggota Baleg DPR ini pun meminta Kemendikbud untuk lebih profesional, transparan, dan terbuka dalam mengelola serta menata anggaran pendidikan. "Karena pendidikan merupakan salah satu pilar kehidupan bangsa," pungkasnya.
Untuk diketahui, Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
Sejauh ini jumlah peserta yang lolos seleksi evaluasi ada 183 organisasi.
Organisasi yang terpilih dibagi 3 kategori yakni Gajah, Macan dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar/tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.