JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan tidak bisa seseorang mengklaim telah menemukan obat untuk mengobati COVID-19 tanpa melalui pengujian. "Pemerintah sangat terbuka dengan penelitian terkait obat dan vaksin, tetapi bukan berarti bisa dilakukan siapa pun tanpa prosedur yang tepat," kata Wiku dalam jumpa pers Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia dari Jakarta, Selasa (4/8).
Wiku mengatakan sebuah obat harus melalui uji klinis untuk membuktikan apakah benar bisa menyembuhkan penyakit dan diketahui efek samping yang menyertai penggunaannya. Menurut Wiku uji klinis untuk membuktikan khasiat obat dan efek sampingnya merupakan bentuk pertanggungjawaban, sebelum kemudian diedarkan untuk digunakan oleh lebih banyak orang.
"Setelah teruji dan terbukti menyembuhkan, yang tentu itu menjadi kabar baik, maka akan mendapatkan izin edar dan bisa diedarkan. Tidak boleh sembarangan karena ini menyangkut nyawa manusia," tuturnya.
Wiku berharap para peneliti dan figur publik untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat agar mendapatkan informasi yang utuh dan benar tentang COVID-19. "Jangan sampai masyarakat yang saat ini panik mencari jalan keluar, lalu memahami informasi secara tidak utuh dan tidak benar," katanya.
Wiku mengatakan obat yang disebut-sebut dapat mengobati COVID-19 yang menjadi perbincangan melalui media sosial maupun media massa setelah disiarkan melalui media sosial oleh salah satu pesohor masih belum jelas apakah bisa disebut sebagai obat herbal, obat herbal berstandar atau fitofarmaka, atau hanya sekadar jamu.
Namun, Wiku menegaskan bahwa yang diklaim sebagai obat COVID-19 itu jelas bukan obat herbal berstandar atau fitofarmaka karena tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Masyarakat harus lebih teliti memilih obat dan suplemen. Lihat kemasan, label, izin edar, dan kadaluarsanya. Obat yang memiliki izin biasanya mencantumkan izin edar," jelasnya.
Kasus Hadi Pranoto
Sebelumnya ramai diberitakan, seseorang bernama Hadi Pranoto mengaku menemukan obat obat COVID-19. Kementerian Riset dan Teknologi menegaskan bahwa Hadi Pranoto yang mengklaim membuat obat herbal penyembuhan dan pencegahan COVID-19, bukan merupakan anggota Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19.
"Kami tegaskan dan klarifikasi bahwa yang bersangkutan bukan merupakan anggota peneliti Konsorsium Riset dan Inovasi untuk COVID-19 Ristek/BRIN," kata Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemenristek/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ali Ghufron Mukti.
Beberapa hari terakhir marak pemberitaan yang beredar di kanal media sosial tentang produk herbal COVID-19 yang diklaim sebagai obat penyembuh dan pencegah COVID-19 oleh sosok Hadi Pranoto.
Klaim khasiat obat tersebut dipertanyakan kebenarannya dan buktinya.
Hadi mengklaim dirinya sebagai pakar mikrobiologi, kadang juga disebut sebagai profesor, dalam wawancara melalui kanal Youtube seorang artis.
Ghufron mengatakan Hadi Pranoto tidak pernah menjadi salah satu anggota peneliti konsorsium dalam tim pengembangan herbal imunomodulator yang dibentuk oleh Kemenristek/BRIN.
Baca juga: Anji komentari video dia yang dicekal YouTube
Kemenristek/BRIN melalui Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 tidak pernah memberikan dukungan uji klinis obat herbal produksi Bio Nuswa yang diakui oleh Hadi Pranoto telah diberikan kepada pasien di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet.
Ghufron menuturkan setiap pelaksanaan uji klinis harus mendapatkan persetujuan pelaksanaan uji klinis seperti oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan "ethical clearance" yang dikeluarkan oleh Komisi Etik.