JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menunda semua proses hukum, baik penyelidikan maupun penyidikan terhadap Calon Kepala Daerah (Cakada) di Pilkada Serentak 2020 yang diduga melakukan tindak pidana.
Selain itu, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis juga memerintahkan jajarannya tidak memanggil maupun melakukan upaya hukum lain yang dapat dipersepsikan sebagai bentuk dukungan terhadap salah satu calon.
Arahan Kapolri tersebut tertuang dalam surat telegram nomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 tertanggal 31 Agustus 2020. Surat telegram tersebut ditandatangani oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo atas nama Kapolri.
Instruksi tersebut dibuat untuk mewujudkan profesionalitas dan netralitas polisi, menghindari konflik kepentingan, serta mencegah Polri dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu.
Proses hukum tersebut akan dilanjutkan setelah tahapan pilkada selesai atau setelah pengucapan sumpah.
Akan tetapi, penundaan proses hukum tidak berlaku untuk dugaan tindak pidana pemilihan, tertangkap tangan melakukan tindak pidana yang mengancam keamanan negara, serta tindak pidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
Zulfikar Arse Sadikin
Anggota Komisi Kepemiluan (Komisi II DPR), Zulfikar Arse Sadikin, mengapresiasi upaya Kapolri dalam mewujudkan profesionalisme dan netralitas Polri di Pilkada Serentak 9 Desember mendatang.
Pasalnya, penundaan proses hukum terhadap calon kepala/wakil kepala daerah menjadi penting untuk menghindari penegakan hukum karena adanya dorongan-dorongan politis di tingkat daerah.
Meski begitu, Arse yakin setiap partai politik (parpol) telah mempertimbangkan secara matang calon kepala/wakil kepala daerah yang diusungnya.
"Parpol pasti sudah memastikan bahwa calon yang diusulkannya berkualifikasi tinggi dan terhindar dari masalah hukum. Sehingga, akan minim kemungkinan ada pemrosesan pelanggaran hukum terhadap calon kepala/wakil kepala daerah di masa pemilihan," kata Zulfikar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/9/2020).
Perihal nanti calon kepala/wakil kepala daerah terpilih terbukti melakukan pelanggaran hukum, Arse menuturkan, Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur mekanisme pengalihan tugas dan wewenang dalam pemerintahan daerah.
Sehingga, masyarakat tidak perlu khawatir dengan proses peradilan dan penegakkan hukum terhadap calon kepala/wakil kepala daerah terpilih.
"Saat ini, jika masyarakat tidak menghendaki jabatan publik diduduki oleh orang-orang yang tidak berkualitas dan/atau mempunyai jejak hukum buruk, maka penting bagi masyarakat untuk memastikan bahwa calon dengan kualifikasi tinggi dan rekam jejak cemerlang lah yang menang dalam Pilkada," kata politikus Partai Golkar ini.