Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Senin, 14 Sep 2020 - 14:24:05 WIB
Bagikan Berita ini :

GMNI Desak DPR Hapus Pengaturan Evaluasi dalam RUU Masyarakat Adat

tscom_news_photo_1600068234.jpg
Ketua Umum GMNI Imanuel Cahyadi (Sumber foto : GMNI)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menyoroti draf Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat-Republik Indonesia (DPR-RI).

Diketahui delapan fraksi di DPR-RI telah sepakat mengharmonisasi draf RUU Masyarakat Hukum Adat dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Jumat 4 September 2020 lalu.

Ketua Umum DPP GMNI Imanuel Cahyadi mengatakan RUU tersebut memuat aturan yang mengancam keberadaan masyarakat adat, di antaranya adalah pengaturan tentang evaluasi masyarakat adat.

Menurut Imanuel, pengaturan soal evaluasi masyarakat adat membahayakan karena pasal-pasal evaluasi ini dapat menjadi "pintu gerbang" bagi penghapusan status masyarakat adat berikut dengan hak-haknya.

"DPR tampaknya perlu banyak membuka referensi mengenai masyarakat adat. Harus diingat, bahwa masyarakat adat punya asal-usul, sudah ada sebelum negara ini ada. Jadi masyarakat adat itu tidak dibentuk oleh negara," kata Imanuel dalam keterangan tertulis, Senin, 14 September 2020.

Mengenai definisi masyarakat adat, Imanuel menjelaskan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi julukan ‘indigenous peoples’ bagi masyarakat adat, yang secara harfiah berarti “masyarakat asli”.

Ia melanjutkan, ada juga definisi yang dikemukakan oleh Jose Martinez Cobo, seorang pejuang hak masyarakat adat yang bekerja untuk Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas.

Menurut Martinez Cobo, masyarakat adat atau indigenous peoples merupakan kelompok masyarakat atau suku bangsa yang mempunyai kesinambungan sejarah antara masa sebelum kolonial atau penjajahan, dengan masa sesudahnya yang berkembang di wilayah mereka serta memiliki perbedaan dengan kelompok masyarakat lain.

Untuk itu, masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang sudah eksis dalam berbagai periode masa. Termasuk pada masa penjajahan, atau sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk.

"Maka pasal-pasal evaluasi sangat tidak tepat karena seakan tidak meyakini eksistensi masyarakat adat selama ini. Bahkan, pasal itu bisa menghapus status masyarakat adat berikut dengan hak-haknya. Ini sangat berbahaya, karena UUD 1945 saja sangat mengakui eksistensi masyarakat adat," jelasnya.

Atas dasar itu, kata Imanuel, GMNI mendesak DPR untuk mencabut pengaturan mengenai evaluasi masyarakat adat. Pasalnya, hal itu menjadikan RUU Masyarakat Adat tidak mampu memutus mata rantai penindasan terhadap masyarakat adat selama puluhan tahun.

Imanuel pun mengingatkan pemerintah untuk terus mengatasi berbagai peristiwa penindasan terhadap masyarakat adat. Konflik agraria yang menerpa masyarakat adat Besipae dan Laman Kinipan, serta kemelut yang sempat menimpa masyarakat Sunda Wiwitan Kuningan adalah sedikit dari banyak contoh jenis penindasan terhadap masyarakat adat di negeri ini.

"Kami mohon pada DPR, agar menghapus pengaturan soal evaluasi itu. RUU ini harus menjadi pembebas bagi masyarakat adat, bukan sebaliknya," tandas Imanuel.

tag: #ruu-masyarakat-hukum-adat  #gmni  #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement