JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Menteri Agama Fachrul Razi menekankan bahwa perlindungan dan keamanan ulama menjadi tanggung jawab semua pihak. Respons ini menyusul atas peristiwa penusukan terhadap Syekh Ali Jaber di Lampung, Ahad (13/3) lalu.
"Keamanan ulama dan pendakwah menjadi tanggung jawab bersama. Tidak hanya pihak keamanan, tapi juga panitia yang mengundangnya," kata Fachrul dalam siaran pers resmi Kemenag, Rabu, 16 September 2020.
Fachrul pun mengimbau jemaah dan panitia yang menyelenggarakan pengajian tidak hanya fokus pada pelaksanaan acara, namun juga turut memperhatikan keselamatan ulama atau dai yang menjadi penceramah. Upaya ini sebagai bentuk kewaspadaan terhadap potensi gangguan keamanan.
"Saya imbau, semua pihak untuk ikut menjaga kelancaran acara, termasuk keamanan pendakwah," kata Fachrul.
Ia pun berharap peristiwa penyerangan terhadap ulama tak terulang lagi dan umat dapat menjalani kehidupan keagamaan yang rukun dan damai.
Seperti diketahui, Syekh Ali Jaber ditusuk seorang pria pada Minggu (13/9) kemarin. Peristiwa ini terjadi saat Syekh Ali Jaber mengisi ceramah di Masjid Falahuddin, Bandar Lampung. Akibatnya, tangan kanan pendakwah itu terluka akibat tusukan.
Peristiwa ini juga mendapat reaksi dari Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Lampung. Mereka mendesak kepolisian yang menangani kasus penusukan ulama terkenal di Indonesia Syekh Ali Jaber seterang-terangnya. Pengungkapan kasus dan motif penusukan tersebut, menjadi penting agar tidak terulang kembali kasus yang sama di tempat berbeda.
Adapun tersangka yang merupakan pelaku penyerangan langsung diringkus dan diserahkan ke polisi. Tersangka yang berinisial AA (27) itu kini ditahan selama 20 hari ke depan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono menuturkan, pihaknya sudah memeriksa delapan orang saksi dalam perkara tersebut. Namun, ia tidak merinci siapa saja saksi yang sudah diperiksa.
Pelaku dijerat dengan pasal-pasal terkait penganiayaan berat dan membawa senjata tajam tanpa hak.
"Sesuai Pasal 351 ayat 2 (KUHP) dengan ancaman pidana penjara 5 tahun dan Pasal 2 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman pidana penjara 10 tahun," kata Awi.