JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan tak ada bentuk diskriminasi apapun terhadap umat Islam di Indonesia. Bahkan, menurutnya, kaum muslim lebih diistimewakan ketimbang umat agama lain.
Hal itu bisa dibuktikan dengan melihat banyaknya muslim yang menjabat sebagai pimpinan pemerintahan.
"Siapa yang bilang umat Islam kok didiskriminasi? Enggak ada (diskriminasi)," kata Mahfud dalam sebuah pertemuan di Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep, Jawa Timur, disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Ahad, 4 Oktober 2020.
Mahfud mencontohkan dirinya sendiri yang merupakan seorang muslim namun kini diberi amanah menjabat sebagai Menko Polhukam. Bahkan, Mahfud mengakui bahwa dirinya adalah seorang santri.
Ia lantas menyamakan statusnya yang dulu santri dan menjadi pejabat pemerintah dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Khofifah, kata Mahfud, juga merupakan seorang santriwati dari kalangan Nahdlatul Ulama.
Secara nyata dapat dilihat, bahwa kepala negara Indonesia pun sejatinya adalah seorang muslim yang taat. Bahkan para petinggi aparat penegak hukumnya pun, kata Mahfud, yakni Kapolri Idham Azis dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga merepresentasikan muslim yang taat.
Atas alasan itu, Mahfud menilai sesungguhnya tak ada yang namanya diskriminasi terhadap umat muslim, apalagi jika disebut pemerintah anti-Islam
"Enggak ada di sini kebijakan anti-Islam, enggak ada. Tinggal saudara dan kita berjuang agar umat Islam itu mendapat porsi kemajuan yang proporsional," ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengungkapkan, pada era awal kemerdekaan umat Islam memang mengalami kemunduran. Menurut kabar yang beredar, saat itu, lulusan madrasah tak boleh jadi polisi, tentara, atau dokter.
Akan tetapi, kondisi itu berubah sejak adanya aturan yang menyebutkan bahwa lulusan madrasah harus disamakan dengan lulusan sekolah umum.
Lalu sejak tahun 70-an, banyak santri yang menjadi dokter, sarjana hukum, hingga insinyur. Pada era tersebut pula, santri mulai duduk di pemerintahan. Memasuki tahun 90-an, santri mulai mengusai pemerintahan dengan menjabat sebagai pejabat eselon 1.
Saat itulah, tutur Mahfud, di setiap kantor pemerintah ada masjid, pengajian, hingga majelis taklim.
"Umat Islam boleh maju, tetapi yang dikembangkan di dalam konsep kehidupan bernegara bagi umat Islam Indonesia adalah bukan Islam radikal," katanya.