JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof Hariyono, mengatakan kearifan lokal merupakan titik temu antara santri dengan Pancasila. Pasalnya, kedua entitas tersebut sama-sama lahir dari nilai lokal masyarakat Nusantara yang mempunyai karakter luhur.
Hal itu ia sampaikan dalam Webinar Hari Santri Nasional ke-5 yang digelar oleh BPIP bertema "Nasionalisme Santri, Ketahanan Pancasila dan Indonesia yang Kuat", Kamis, 22 Oktober 2020.
"Pesantren itu menjadi karakter lokal jenius peradaban dunia. Kalau kita cek, pola pesantren tidak diambil dari Timur Tengah, tapi muncul dari Nusantara. Ini mirip dengan Pancasila. Pancasila itu menampung nilai-nilai yang sifatnya universal, tapi diperpadukan dengan nilai-nilai kearifan lokal," jelas Hariyono.
Oleh karena memiliki ruh yang sama, Hariyono menegaskan, perilaku santri idealnya akan seiring dengan nilai Pancasila. Sebab, bagaimana mungkin dua maujud dengan satu ruh yang sama, akan bertolak belakang.
"Jadi karakter kesantrian (dengan) karakter nilai-nilai Pancasila itu dibangun sudah sama, maka di sinilah santri harapanya tidak hanya bisa mengamalkan Pancasila, tapi santri juga sekaligus mengamankan Pancasila," kata Guru Besar Universitas Negeri Malang ini.
Dalam konteks mengamankan Pancasila, Hariyono menjelaskan, pasca revolusi hingga saat ini, santri menjadi komunitas yang berani mengemukakan pentingnya Pancasila dan NKRI sebagai bagian dari civil society.
Ia menyebutkan sikap ini telah dicontohkan oleh kalangan Nahdlatul Ulama dengan Banser sebagai garda terdepannya. "Tugasnya adalah menunjukkan kepada orang lain yang ingin mengganti Pancasila sebagai dasar sebuah negara itu diberikan alternatif untuk berpikir," ujarnya.
Hariyono menambahkan santri sebagai kaum pembelajar harus memiliki kemauan untuk memajukan peradaban bangsa. Untuk itu, ia mendorong agar kaum santri yang memiliki karakter inklusif, terus mengembangkan bakat dan keilmuannya terutama di bidang iptek.