JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Pengusaha pariwisata di Bali mengeluhkan kebijakan terkait dengan kewajiban swab test bagi wisatawan yang hendak ke Bali lewat udara. Sedangkan wisatawan darat harus membawa surat tes antigen. Hanya dalam hitungan jam setelah dikeluarkannya peraturan tersebut, sudah banyak wisatawan yang batal liburan akhir tahun ke Bali.
Sekretaris Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali Putu Winastra menyayangkan keputusan tersebut. Hal ini disayangkan karena pengumuman dilakukan secara mendadak. Dia menilai "mepetnya" pemberitahuan ini menimbulkan kebingungan dan kekecewaan bagi calon wisatawan yang sudah jauh-jauh hari merencanakan kunjungan.
Imbasnya, ia menyebut banyak calon wisatawan dari luar Pulau Bali yang membatalkan perjalanan, terutama untuk mereka yang merencanakan wisata akhir tahun bersama keluarga.
Test rapid antigen cukup mahal, yakni Rp500 ribu-Rp700 ribu per orang. Meskipun telah mendapat laporan soal pembatalan dari pelaku usaha wisata Bali, namun ia belum dapat mengestimasi potensi pendapatan yang hilang.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setia Putra menjelaskan aturan pengetatan protokol Kesehatan untuk bepergian mempengaruhi penumpang yang akan terbang. Ia mengakui sudah ada pembatalan penerbangan dari para penumpang.
"Kita lihat sudah ada pembatalan penerbangan. Saat ini masih berkomunikasi dengan para calon penumpang, kenapa melakukan pembatalan, yang nantinya kita bisa antisipasi mengenai aturan baru ini," katanya dikutip dari CNBC Indonesia TV, Rabu (16/12).
Irfan mengatakan Garuda support pemerintah terkait penanganan penyebaran Covid - 19. "Kalau dilihat uji swab dan PCR ini dilakukan untuk kepentingan bersama," katanya.
Pemerintah mewajibkan wisatawan yang berencana ke bali dengan pesawat. Sementara untuk melakukan perjalanan darat ke bali wajib melakukan tes rapid antigen H-2.
Bicara traffic pengguna layanan maskapai Irfan mengatakan penurunan paling dalam mulai terjadi pada bulan Mei ini. Tapi mulai meningkat akibat adanya relaksasi di beberapa daerah. "Tapi yang penting memastikan protokol Kesehatan untuk pengguna Garuda sebelum terbang dan turun pesawat. Sekarang bicara gimana dapat konsisten memperoleh kepercayaan dari penumpang termasuk distancing," katanya.
Irfan melihat sudah adanya vaksin ini belum bisa mengangkat proyeksi peningkatan pengguna maskapai. Karena masih terdapat banyak tantangan untuk proses distribusi yang merata untuk masyarakat.
"Sudah jelas penanganan vaksin memasuki tahap baru. Ini progress, dari pandangan garuda recover-nya masih butuh waktu karena soal confidence dari penumpang. Kita melihat pergerakan pengguna maskapai tahun depan juga gradual tidak spike," katanya.
Prediksinya paling cepat Garuda bisa pulih pada 2022 mendatang. Tergantung juga dari sumbangan penerbangan internasional seperti Haji dan Umroh dimana masih belum menerima penumpang dari Indonesia.