JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Kasus Jiwasraya menjadi isu yang menggemparkan publik Indonesia belakangan ini. Kerugian negara mencapai Rp 12 triliun lebih dari perusahaan pelat merah tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juga telah menjatuhkan vonis kepada enam terdakwa penyebab kerugian keuangan negara tersebut.
Meski begitu, sorotan terhadap proses hukum yang berlangsung selama persidangan kasus Jiwasraya nyatanya belum luput dari perhatian.
Pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Mudzakir menilai, ada kejanggalan dari tuntutan Jaksa Penuntut saat persidangan, khususnya kepada seorang terdakwa yakni pemilik PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro.
Menurut Mudzakir, pada persidangan Benny, Jaksa tidak ada membuktikan bahwa aset maupun harta yang dimilki terdakwa berasal dari kejahatan pidana yang merugikan Jiwasraya.
"Harta Benny belum tentu berasal dari tindak pidana di Jiwasraya. Ternyata Jaksa tidak membuktikannya di pengadilan. Seharusnya ada kausalitas (sebab akibat) apakah harta Benny dari Jiwasraya dan menimbulkan kerugian," ujar Mudzakir, Kamis (4/3/2021).
Mudzakir menjelaskan, soal benar atau salah perilaku para terdakwa merupakan kewenangan Majelis Hakim. Namun secara hukum ada yang dilanggar dari Jaksa tentang penyitaan aset Benny.
"Itu tidak boleh (langsung sita aset) tanpa ada pembuktian. Apakah memang dari hasil Jiwasraya atau sebelumnya telah ada," ucap Mudzakir.
Namun sayangnya, Jaksa melihat ada kerugian negara lalu menghubungkannya dengan aset Benny. Ditambah lagi Majelis Hakim yang menghitung seluruh kerugian negara ditimbulkan Jiwasraya saja tanpa meminta pembuktian asal aset.
Sedangkan mengenai keputusan banding yang bakal ditempuh Benny serta kuasa hukumnya, Mudzakir beranggapan, dapat dilakukan guna meminta pembatalan tuntutan Jaksa yang tidak membuktikan soal aset di peradilan sebelumnya.